PERKEMBANGAN PADA MASA BAYI DAN ANAK
Makalah
Disusun guna memenuhi tugas
Mata Kuliah: Psikologi
Anak
Dosen pengampu : Dra. Ani Hidayati, M.Pd.

Disusun oleh :
Muhamad
Irfan (123911005)
Alina
Aunun Faiqoh (123911021)
Ana
Sa’adah (123911033)
FAKULTAS
ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI
WALISONGO
SEMARANG
2014
I.
LATAR BELAKANG
Sebagaimana kita ketahui bahwa pertumbuhan dan perkembangan
anak memiliki makna yang berbeda. Pertumbuhan peserta didik secara sederhana
bermakna peningkatan di bidang massa atau berat dan tinggi badan. Adapun
perkembangan anak di maknai sebagai sebuah peubahan secara bertahap dalam
kemampuan, emosi, dan keterampilan yang terus berlangsung hingga mencapai usia
tertentu.
Dalam
perkembangannya usia dini merupakan masa bagi seorang anak untuk belajar
berkomunikasi dengan orang lain serta memahaminya. Atas latar belakang itulah
dalam makalah ini kami berusaha menjelaskan pentingnya pemahaman perkembangan
anak bagi calon guru MI. Hal ini penting mengingat seorang anak perlu dibimbing
agar mampu memahami berbagai hal tentang kehidupan dunia dan segala isinya. Pemahaman
perkembagan untuk anak usia dini juga bertujuan membantu anak didik
mengembangkan berbagai potensi baik psikis dan fisik yang meliputi moral dan
nilai-nilai agama, sosial emosional, kognitif, bahasa, fisik atau motorik,
kemandirian dan seni untuk siap memasuki pendidikan dasar.
II.
RUMUSAN MASALAH
Berdasakan
latar belakang diatas maka kami menentukan rumusan masalah sebagai berikut:
A.
Apa saja faktor-faktor
yang mempengaruhi pertumbuhaan dan perkembangan pada manusia?
B.
Bagaimana pengaruh pendidikan
prenatal orang tua terhadap perkembangan pada bayi?
C.
Bagaimana perkembangan
anak usia 0-2 tahun?
D.
Bagaimana perkembangan
anak usia 2-6 tahun?
E.
Bagaimana perkembangan
belajar anak pada masa sekolah dasar?
III.
PEMBAHASAN
A.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan pada anak.
Sebagaimana
diketahui bahwa pertumbuhan dan perkembangan manusia diperngaruhi oleh faktor
genetik dan lingkungan. Agaknya memang perlu menguji dampak positif dan negatif
dari faktor-faktor berikut ini bagi pertumbuhan dan perkembangan peserta didik
pada umumnya. Pertama, faktor warisan
genetik dan bagaimana faktor-faktor ini berinteraksi dengan lingkungan.
Pengeruh Kedua faktor sosial-ekonomi,
termasuk pegaruh pendapatan, perumahan, gizi, pendidikan dan akses ke layanan
kesehatan. Ketiga , pengaruh
lingkungan global dan lokal, misalnya dampak pencemaran sehingga mengganggu
kesehatan.
Sebagai
seorang guru tentu perlu mengetahui bagaimana faktor genetik, sosial-ekonomi
dan lingkungan saling terkait dalam mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan
peserta didiknya. Gurupun harus melihat beberapa dari teori yan berbeda
mengenai perkembangan manusia.
Pemahaman
dasar tentang perumbuhan dan perkembangan peserta didik diperlukan oleh guru
untuk mengenbangkan basis pengetahuan, keterampilan, dan sikap mereka sesuai
dengan tahap kehidupannya. Dengan demikian, guru harus memahami berbagai faktor
yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan peserta didiknya, termasuk
genetik, lingkungan, dan kondisi sosial-ekonomi, serta banyak lagi faktor
sebagaimana disebutkan di atas. Peserta didik mengembangkan berbagai
keterampilan dan kemampuan dirinya, termasuk penegmbangan sosial, emosional,
dan intelektual. Karena itu, guru perlu belajar tentang pengembangan kemempuan
dan keterampilan peserta didiknya, khususnya berkaitan dengan:
1.
Keterampilan motorik
2.
Kemampuan intelektual
3.
Perkembangan emosional
4.
Ketermpilan bahasa; dan
5.
Keterampilan sosial.[1]
B. Pengaruh
pendidikan prenatal orang tua terhadap perkembangan bayi.
1.
Landasan Teori
Pendidikan pranatal
atau pendidikan sebelum kelahiran merupakan salah satu bagian yang urgen dari proses panjang pendidikan. Elizabeth
Hurlock (2004: 23) menjelaskan bahwa perawatan perilaku yang mendidik terhadap
anak dalam kandungan merupakan tahap awal dalam proses pendidikan anak. Hal ini
dilakukan kerana kita melihat bahwa pendidikan bukan merupakan proses yang
sebentar. Pendidikan bahkan dilakukan sejak sebelum manusia terlahir di dunia
di butuhkan proses yang berkesinambungan dalam pendidikan. Karena itu pendidikan
anak harus dimulai dengan kesadaran
orang tua untuk mendidik anaknya yang masih dalam kandungan sekalipun. Sebab,
keluarga menyumbang banyak peran dalam perkembangan potensi anak, karena
potensi yang akan di bawa anak kelak berawal dari bertemunya ovum dan sperma.
Pertanyaanya adalah : apakah anak dalam kandungan sudah
bisa di didik secara aktif?
Penemuan terkakhir di
bidang penelitian bayi menjelaskan bahwa anak dalam kandungan, tentu yang
mendapat roh atau nyawa sudah responsif terhadap stimulus dari lingkungan
luarnya yang kadang ibu yang mengadungnya tidak menyadarinya(Arthur T. Yersild,
dkk. 1975:57). Penemuan itu dapat diterima oleh ilmuan muslim karena ajaran
Islam sudah menjelaskannya.
Al-Qur’an telah
menjelaskan bahwa roh (nyawa yanng sitiupkan malaikat) berdasar atas izin dan
perintah Allah yang lantas memberi hidup
kepada anak di dalam kandungan sudah memilii daya kognitif yang tinggi.
Hal ini dijelaaskan oleh Allah seperti terlihat di dalam Q.S Al- A’raf ayat 72,
yang berbunyi:
øÎ)ur xs{r& y7/u .`ÏB ûÓÍ_t/ tPy#uä `ÏB óOÏdÍqßgàß
öNåktJÍhè öNèdypkôr&ur
#n?tã öNÍkŦàÿRr&
àMó¡s9r&
öNä3În/tÎ/
( (#qä9$s%
4n?t/ ¡ !$tRôÎgx© ¡ cr& (#qä9qà)s? tPöqt ÏpyJ»uÉ)ø9$# $¯RÎ)
$¨Zà2
ô`tã #x»yd tû,Î#Ïÿ»xî
Artinya: dan
ingatlah ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka
dan Allah mengambil kesaksian terhadap nyawa (ruh) mereka seraya berfirman:
“Bukanah aku ini Tuhanmu?” mereka menjawab: “betul , Engkau Tuhan kami” , kami
menjadi saksi”
(kami lakukan
yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan “ sesungguhnya
kami (bani Adam) adlah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan) .[2]
2.
Prenatal Ala Jawa
Masyarakat jawa merupakan
masyarakat yang kaya akan budaya. Tak sekedar ritual, dalam kebudayaan jawa
setiap ritual memiliki makna filisofis mendalam dan makna tertentu. Diantara
ritual yang dilakukan oleh orang Jawa , terdapat beberapa ritual yang
dimaksudkan untuk mendidik anak yang masih dalam kandungan yang masih dalam
rahim sang ibu. Dengan kata lain pendidikan pranatal telah lama dikenal oleh
masyarakat Jawa.
Dari sudut budaya Jawa
pendidikan pranatal tidak dimulai ketika bayi dalam kandungan melainkan mulai
dari proses pemilihan jodoh hingga lahirnya anak. Fase pemilihan jodoh disebut
sebagai masa prakonsepsi. Di dalam istilah jawa terdapat tiga kriteria yaang
menjadi tolak ukur dalam menentukan pasangan hidup, yakni bibit, bebet, dan bobot.
Setelah mendapat kan
jodoh pendidikan pranatal berlanjut ketika istri hamil. Dalam tradisi Jawa ada
beberapa riual yang dilakukan misalnya upacara selapanan dilakukan pada saat usia kehamilan 1 bulan, dilanjutkan
dengan upacara ngapati pada saat usia
kehamilan 4 bulan, serta upacara mitoni pada
saat usia kandungan 7 bulan.
Pasca kelahiran bayi
dilaksanakan upacara brokohan,
sebagai ungkapan rasa syukur atas kelahiran bayi. Pada hari ke lima kelahiran bayi dilakukan ritual sepasaran dan puputan (pemotongan tali pusar bayi) serta aqiqah pada lima hari
kelahiran bayi. Semua ritual dilakukan dengan cara memanatkan do’a dan
didengarkan hal-hal yang baik seperti pembacaan salawat dan barzanji. Hal ini
menandakan adanya harapan bagi si anak agar menjadi mansia yang baik serta
mengajarkan manusia berkata yang baik.
Selain itu di setiap
ritual orang tua membagikan sedekah kepada tetangga dan kerabat. Dimaksudkan
agar anak nantinya akan menadi orang yang dermawan dan peka terhadap lingkungan
sosialnya. Dengan demikian jika di lihat dari kacamata psikologi pendidikan
maka dapat ditarik benang merah bahwa pendidikan prenatal orang tua terhadap bayi
memiliki pengaruh besar serta harapan orang tua terhadap perkembangan nilai-nilai
sosial, moral, dan spriritual anak ketika ia besar nanti.[3]
C.
Perkembangan anak usia 0-2 tahun
A. Kecakapan instingtif
Pada masa ini kematangan anak
untuk menguasai kecakapan instingtif mulai ada, yaitu dimana anak berusaha
mempertahankan hidupnya (makan dan minum). Kecakapan instingtif ini matang
karena dipengaruhi oleh faktor dari luar dan dalam.
1. Kecakapan instingtif yang matang atas pengaruh dari dalam. Pada tiga
bulan pertama, anak telah dapat mengangkat dan memalingkan kepala. Pada tiga
bulan kedua, anak telah dapat menegakkan badan dan duduk.
2. Kecakapan instingtif yang matang atas pengaruh dari luar, pada tiga
bulan pertama, anak telah dapat memalingkan kepala dengan mengarahkan mata atau
telinga, bila mendapat rangsangan getaran udara atau cahaya. Pada tiga bulan
kedua anak telah mulai berusaha menangkap apa saja yang dilihatnya dan sampai
dengan akhir tahun pertama anak telah dapat menirukan segala sesuatu yang
diperbuat oleh orang lain.
Selain
kecakapan instingtif, anak pada usia 0-2 tahun ini mempunyai kecakapan umum,
yaitu:
a.
Kecakapan dalam
penguasaan badan
1.
Dapat meluruskan dan
memalingkan kepalanya
2.
Memutar badan dari
tiarap menjadi telentang
3. Dapat duduk tanpa pertolongan dan mulai merangkak
4.
Belajar bediri dan
sampai ia dapat berjalan sendiri
b.
Kecakapan pergaulan
anak dengan benda
1.
Dapat menggenggam bila
diberi sesuatu
2. Dapat memegang sesuatu yang didekatnya dan memasukkan ke
mulut
3.
Dapat bermain-main
dengan balok ataupun bola
4.
Dapat melempar atau
menggulingkan bola
c.
Kecakapan anak dengan
manusia
1.
Dapat tersenyum dan
memandang orang lain
2.
Mulai mengenali ibunya
3.
Mulai mencoba menarik
perhatian
Sampai dengan umur satu tahun
mengerti isyarat-isyarat, misalnya melambaikan tangan, menunjuk arah.
B. Cara belajar anak
Arti belajar bagi anak yaitu
mereka berusaha mencapai tujuannya dalam aktivitas yang dilakukannya. Berbeda
dengan arti belajar bagi orang dewasa, yaitu mereka berusaha mencapai tujuannya
yang ada di luar aktivitasnya. Inilah sebabnya anak learning by doing sedangkan
orang dewasa learning by thinking.
1. Belajar instingtif
Yaitu anak berkembang dengan
kemampuan yang ada sejak ia dilahirkan, tanpa ada bantuan dari luar. Misalnya
dari keadaan tidak berdaya sampai ia dapat menyusu, dari belum dapat bergerak
sampai ia mampu bergerak sendiri.
2. Belajar dari pengalaman
Yaitu perubahan cara melakukan yang
ditentukan sendiri oleh si anak. Misalnya anak belajar dari pengalamannya
berjalan,kemudian ia jatuh, dari jatuh itu ia akan belajar berjalan lagi dengan
lebih hati-hati dan menjadi lancar berjalannya.
3. Belajar dari pembiasaan
Yaitu cara-cara baru yang sengaja
diusahakan oleh orang lain, ibu, ataupun ayah, dengan berulang-ulang dan terus
menerus sampai anak dapat melakukannya sendiri.[4]
D.
Perkembangan Anak Usia
2-6 Tahun
Menginjak
perkembangannya pada tahun kedua , sering disebut masa pencoba, mungkin karena
pada umumnya anak pada masa ini mulai mencoba-coba untuk berjalan, sekalipun
anak-anak yang lain sudah ada yang dapat berjalan. Hal ini menunjukkan bahwa di
dalam diri anak tersebut tumbuh dorongan untuk bergerak. Dorongan untuk
bergerak ini dalam psikolog disebut motorik.
Karena itu dalam bab
ini akan dibicarakan perkembangan-perkembangan yang disebabakan atau ada
hubunganya dengan motorik ini. Antara lain ialah :
a)
Perkembangan motorik
b)
Perkembangan bahasa
c)
Perkembangan permainan
d)
Perkembangan
menggambar.
1.
Perkembangan Motorik
Di
dalam membicarakan perkembangan motorik anak, akan dibicarakan ciri-ciri
motorik, yang pada umumnya melalui empat tahap. Yaitu;
a.
Gerakan-gerakan yang
tidak disadari, tidak disengaja, dan tanpa arah. Gerakan anak pada masa ini
semata-mata hanya oleh karena adanya dorongan dari dalam. Misalnya anak
menggerak-gerakkan kaki dan tanganya, memasukkan tangan ke mulut, mengedipkan
mata dan gerak-gerak yang lain, yang tidak disebabkan oleh adanya rangsangan
dari luar.
b.
Gerakan-gerakan anak
itu tidak khas. Artinya gerakan yang timbul, yang disebabkan oleh perangsang
tidak sesuai dengan rangsangannya. Misalnya bila si anak diletakkan di
tangannya sesuatu benda, maka benda itu dipegangnya tidak sesuai dengan
kegunaan benda tersebut, sehingga bagi orang dewasa tampak sebagai sesuatu
gerakan yang bodoh.
c.
Gerakan-gerakan anak
itu dilakukan dengan masal. Artinya hamper seluruh tubuhnya ikut bergerak untuk
mereaksi perangsang yang datang dari luar. Misalnya, bila kepadanya diberikan
suatu bola, maka bola itu diterima dengan kedua tangan dan kedua kakinya
sekaligus.
2.
Perkembangan Bahasa
Pada
umumnya, perkembangan bahasa anak, di bedakan atas empat masa, yaitu :
a). Masa pertama umur
1,0 – 1,6
Kata-kata
yang pertama diucapkan oleh anak, adalah kelanjutan dari meraba, ini dapat kita
lihat dengan jelas, jika kita perhatikan bahwa diantara kata-kata itu terdapat
beberapa kata yang diucapkan juga oleh anak dari bahasa apapun di dunia ini.
Misalnya kata-kata yang diucapkan anak terhadap ayah atau ibunya. Kata “ma”
untuk ibu dan kata “pa” untuk bapak.
b). Masa kedua umur
1,6 – 2,0
Pada masa ini, dengan kecakapnnya
berjalan, ia makin banyak melihat segala sesuatu dan ingin mengetahui namanya.
Oleh karena itu selalu menanyakan nama-nama benda itu. Karena itu masa kita
sebut masa “apa itu”. Tentu saja ayah, ibu kakak atau siapa pun juga yang arif
akan perkembangan anak itu, ia akan menjawabnya dengan semestinya, dan dengan
ucapan yang benar, meskipun belum selalu si anak dapat menirukannya dengan
benar.
Pada masa ini terjadi kesukaran berkata,
disebabkan karena perkembangan kemauan dan keinginannya lebih cepat daripada
kekayaan bahasanya, sehingga sebenarnya ia akan bercerita tetapi karena
perbendaharaan kata-katanya belum mencukupi, maka ia melengkapinya dengan
gerakan-gerakan tangan dan kakinya.
c). Masa ketiga umur 2,0 – 2,6
Pada
masa ini, anak telah mulai tampak makin sempurna dalam menyusun kata-katanya.
Ia sudah menggunakan awalan dan akhiran sekalipun belum sempurna seperti yang
dikatakan oleh orang dewasa.
d). Masa keempat umur
2,6 – seterusnya.
Pada
masa ini keinginan anak untuk mengetahui segala sesuatu mulai bertambah-tambah.
Karena itu pertanyaanya pun mulai berkepanjangan, tidak cukup dijawab dengan
pendek-pendek saja. Setiap jawaban akan menimbulkan pertanyaan yang baru.
3.
Perkembangan Permainan
Masalah
anak bermain sudah sejak adanya anak-anak. Sudah ada sejak adanya manusia.
Pertanyaan yang segera timbul ialah, mengapa anak harus mesti bermain-main.
Sejak masih dalam buaian ia sudah mulai bermain dengan tangannya, kakinya dan
lain-lainnya, kemudian ia bermain dengan benda-benda yang didapatnya di
sekitarnya, akhirnya ia memerlukan alat tersendiri untuk bermain-main.
4.
Perkembangan
Menggambar
Menggambar
adalah suatu cara untuk mengekspresikan isi jiwa seseorang dalam bentuk
garis-garis. Oleh karena itu bila anak membuat coret moreng di atas kertas, di
tembok, di papan atau di manapun juga, maka anak itu sedang menggambar. Tentu
saja sangat beda dengan gambar yang dibuat oleh orang dewasa.[5]
E. Tahap Perkembangan Belajar Peserta Didik
mengalami taap tahap perkembangan kognitif,
setiap perkembangan kognitif tersebut mempunyai karakteristik yang berbeda.
1.
Tahap pra operasional
(usia 2-7 tahun). Pada ahap ini kemempuan skema kognitifya masih tebatas.
Peserta didik suka meniru perilaku orang lain. Perilaku yang ditiru terutama
perilaku orang lain (khususnya orag tua dan guru) yang pernah iia lihat ketika
orang itu merespon terhadap perilaku orang, keadaan, dan kejadian yang dihadapi
pda masa lampau. Peserta ddik mulai mampu menggunkan kata-kata yangbenar dn
mengkspresikan kalimat-kalima pendek scara efektif.
2.
Tahap operasional
konkret (usia 7-11 tahun). Pada tahap ini peserta didik sudah mulai mmahami
aspek-aspek kumulatf materi, misalnya volume dan jumlah; mempunyai kemampuan
memahami cara mengombinasikan bebeapa golongan benda yang bervariasi
tingkatanya. Selain itu, peserta didik suah mampu berpikir sistematis menegenai
benda-benda dan peristiwa yang konkret.
3.
Tahap operasional
formal (usia 11-15 tahun). Pada tahap ini peserta didik sudh menginjak usia
remaja. Perkembangan kognitif peserta didik pada tahap ini memiliki kemempuan
mengoordnasikan dua ragam kemempuan kognitif, baik secara simultan (serentak)
maupun berurutan. Misalnya kapsitas merumuskan hipitesis dan menggunakann
prissip-prisip abstrak. Denga kapsitas merumuskan hipotesisi (anggapan dasar) peserta didik mamapu berpikir untuk memecahan
masalah dengan menggunakan anggapan dasar yang relevan dengan lingkungan yang
ia respon. Sedangkan dengan kapasitas menggunakan prinsip-prnsip abstrak.
Peserta didik akan mampu memepelajari mata pelajaran yang abstrak, seperrti
agama matematika dan lainya.[6]
IV.
KESIMPULAN
Dari penjelasan di atas dapat kami
simpulkan bahwa terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan anak,
seperti faktor genetik, sosial-ekonomi, serta faktor lingkungan dimana anak itu
tumbuh. Adapun perkembangan anak pada usia 0-2 tahun lebih pada perkembangan
instingtif dan lebih banyak di pengaruhi oleh respon panca indra terhadap
rangsangan dari luar.
Perkembangan anak usia 2-6 tahun lebih
pada perkembangan motorik seperti
timbulnya gerakan-gerakan tak sadar, belajar berjalan, serta perkembangan
bahasa yang intensif seperti menirukan apa yang dikatakan orang terdekatnya
(ayah-ibu).
Adapun
perkembangan belajar anak menurut Piaget terbagi menjadi: tahap pra-operasional
(usia 2-7 tahun),
operasional konkret (usia 7-11 tahun), serta operasional formal
(usia 11-15 tahun), yang masing-masing tahap mempunyai cara dan pendekatan yang
berbeda dalam hal perkembangan kognitif anak.
V.
PENUTUP
Demikian
makalah yang dapat kami susun, penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak
kekurangan. Untuk itu, kritik dan saran dari pembaca kami butuhkan demi
kebaikan makalah ini dan makalah selanjutnya. Semoga makalah ini bermanfaat
bagi kita semua. Amiin.
[3]Majalah
Edukasi Edisi XLVII/Th.XXII/ Agustus 2013. Budaya Jawa Menyiapkan Generasi
Berkarakter. (Semarang: LPM Edukasi.).
hlm: 3-4.
[4]
Agoes Soejanto. Psikologi Perkembangan.
(Jakarta:PT Rineka Cipta.2005) Hlm: 174
[5] Sjarkawi. Pembentukan kepribadian anak, pesan moral intelektual, emosional dan
sosial sebaga wujud integritas membangun jati diri. (Jakarta: PT Bumi
Aksara.2009) hlm:54.
[6] Hamzah
b uno. Mengelola kecardasan dalam belajar. (jakarta bumi aksara:2009)
hlm: 4-5.
DAFTAR PUSTAKA
Baihaqi. A.K. 2001. Mendidik Anak Dalam Kandungan. Jakarta:
Darul Ulum Press.
B uno, Hamzah, 2009. Mengelola kecardasan dalam belajar.
Jakarta: Bumi Aksara.
Danim, Sudarwan. 2010. Perkembangan Peserta Didik. Bandung:
Alfabeta.
Majalah
Edukasi Edisi XLVII/Th.XXII/ Agustus 2013. Budaya
Jawa Menyiapkan Generasi Berkarakter. Semarang: LPM Edukasi.
Sjarkawi. 2009. Pembentukan kepribadian anak, pesan moral intelektual, emosional dan
sosial sebaga wujud integritas membangun jati diri. Jakarta: PT Bumi
Aksara.
Soejanto, Agoes, 2005. Psikologi Perkembangan, Jakarta:PT
Rineka Cipta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar