Sabtu, 11 Oktober 2014

sejarah

SEJARAH
MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Matakuliah : Konsep Dasar IPS
Dosen Pengampu : Zulaikha, M.Ag, M.Pd


Disusun oleh :
1.     Fauzia Azmatussulkha           (123911121)
2.     Ratna Surya Rahayu               (123911091)
3.     Siti Khoirunnisa’                    (123911014)
4.     M. Abu Na’im                                    (123911000)
5.     Novi Arifatul M                     (123911079)



FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG

TAHUN 2013
        I.        PENDAHULUAN
Pada dasarnya sejarah adalah ilmu pengetahuan dari subjek yang definit yang disyaratkan oleh metode yang bebas dan teratur dan diatur dalam ketentuan yang dapat diterima. Selanjutnya, sejarah dapat diberi definisi yang membedakan dengan batasan ilmu sosial dan ilmu lain.
Dalam arti umum sejarah adalah kenyataan masa lampau (history is past actuality). Sejarawan Jerman, Leopold von Ranke, mengatakan bahwa tugas sejarawan adalah “ hanya menunjukan bagaimana sesungguhnya terjadi ( wie es eigenlich gewesen”). Itu mengekpresikan objek material sejarah. Sejarah adalah studi tentang manusia, atau orang di masyarakat, untuk manusia adalah hakikat sosial dan kehidupan dimasyarakat.

      II.        RUMUSAN MASALAH
A.  Apa pengertian sejarah dan fungsi sejarah?
B.  Apa saja ruang lingkup sejarah?
C.  Apa hubungan sejarah dengan ilmu-ilmu sosial lainnya?
D.  Bagaimana implementasi sejarah pada masyarakat?

    III.        PEMBAHASAN
A.      Pengertian sejarah
Secara etimologi sejarah berasal dari bahasa Arab, yakni  شجرة syajaratun (dibaca syajarah) yang memiliki arti pohon kayu. Pengertian pohon disini adalah adanya suatu kejadian, perkembangan atau pertumbuhan tentang sesuatu hal (peristiwa) dalam suatu kesinambungan (kontinuitas). Dalam bahasa Yunani, sejarah sering disebut juga historia (dibaca istoria) atau yang dalam bahasa Inggris disebut history  yang mempunyai arti belajar dengan cara bertanya-tanya. Kata historia  diartikan sebagai telaahan mengenai gejala-gejala (terutama hal ihwal manusia) dalam urutan kronologis. Setelah menelusuri arti sejarah yang dikaitkan dengan arti syajaratun dan dihubungkan pula dengan kata history, yang bersumber dari kata historia (bahasa Yunani Kuno) dapat disimpulkan bahwa arti kata sejarah sendiri sekarang ini memiliki makna sebagai cerita, atau kejadian yang benar-benar telah terjadi pada masa lampau.[1] Pendapat dari beberapa tokoh dapat disimpulkan bahwa sejarah adalah suatu ilmu pengetahuan yang mempelajari segala peristiwa atau kejadian yang telah terjadi pada masa lampau dalam kehidupan umat manusia. Dalam kehidupan manusia, peristiwa sejarah merupakan suatu peristiwa yang abadi (tidak berubah-ubah), unik (hanya terjadi satu kali), dan penting ( mempunyai arti dalam menentukan kehidupan orang banyak). [2]
Secara rinci dan sistematis, Notosusanto (1979: 4-10) mengidentifikasi empat jenis kegunaan sejarah, yakni fungsi edukasi, fungsi inspiratif, fungsi instruktif, dan fungsi rekreasi.
1.       Fungsi Edukatif
Artinya bahwa sejarah membawa dan mengajarkan kebijaksanaan ataupun kearifan. Sejarah kita jadikan sebagai pelajaran, meniru yang baik dan meninggalkan yang buruk. Meniru keberhasilan para orang-orang terdahulu dan menjadikan kegagalan mereka sebagai cambuk agar kita lebih baik lagi ke depannya, Hal itu dikemukakan oleh John Seeley yang mempertautkan masa lampau dan masa sekarang, we study history, so that we may be wise before the event
2.       Fungsi Inspiratif
Artinya dengan mempelajari sejarah dapat memberikan inspirasi atau ilham. Sebagai contoh, melalui sejarah perjuangan bangsa, kita dapat terilhami untuk meniru dan bila perlu “menciptakan” peristiwa serupa yang lebih besar dan paling tidak belajar sejarah dapat memperkuat I’esprit de corps spirit dan moral. Dengan mempelajari sejarah akan dapat mengembangkan inspiratif, imajinatif dan kreativitas generasi yang hidup sekarang dalam rangka hidup berbangsa dan bernegara. Fungsi inspiratif juga dapat dikaitkan dengan pendidikan moral. Sebab setelah belajar sejarah seseorang dapat mengembangkan inspirasi dan berdasarkan keyakinannya dalam menerima atau menolak nila yang terkandung dalam suatu peristiwa sejarah.
3.       Fungsi Instruktif
Maksud fungsi intruktif adalah sejarah sebagai alat bantu dalam proses suatu pembelajaran. Sejarah berperan sebagai upaya penyampaian pengetahuan dan ketrampilan kepada orang lain.
4.       Fungsi Rekreatif
Artinya belajar sejarah dapat memberikan rasa kesenangan maupun keindahan. Seorang belajar sejarah dapat terpesona oleh kisah sejarah yang mengagumkan atau menarik perhatian pembaca, baik berupa roman maupun cerita-cerita lainnya. Dengan mempelajari berbagai peristiwa menarik di berbagai tempat, negara, dan bangsa, kita ibarat berwisata ke berbagai negara di dunia.
B.      Ruang Lingkup Sejarah
Ada beberapa pemahaman mengenai ruang lingkup sejarah yang di definisikan oleh para ahli, antara lain :
1.       Sejarah Sebagai Peristiwa
Adalah sesuatu yang terjadi pada masyarakat manusia pada masa lampau. Pengertian masyarakat manusia dan masa lampau adalah sesuatu yang penting dalam definisi sejarah. Sebab kejadian yang tidak memiliki hubungan dengan kehidupan masyarakat manusia (dalam pengertian disini) bukanlah merupakan suatu peristiwa sejarah. Sebaliknya, peristiwa yang terjadi pada waktu sekarang bukanlah sejarah, karena itu konsep siapa yang menjadi subjek dan objek sejarah serta konsep waktu, keduanya menjadi penting. Sejarah sebagai peristiwa berarti suatu kejadian dimasa lampau yang sudah terjadi dan sekali jadi serta tidak bisa diulang.
Pengertian sejarah sebagai peristiwa sebenarnya memiliki makna yang sangat luas dan beraneka ragam. Keluasan dan keanekaragaman tersebut sama dengan luas dan kompleksitas kehidupan manusia. Beberapa aspek kehidupan kita seperti aspek sosial, budaya, ekonomi, pendidikan, politik, kesehatan, agama, keamanan dan sebagainya, semuanya terjalin dalam peristiwa sejarah. Para ahli mengelompokkan sejarah dalam beberapa tema (pembagian sejarah secara tematis): seperti sejarah sosial, sejarah politik, sejarah kebudayaan, sejarah perekonomian, sejarah agama, sejarah pendidikan, sejarah kesehatan, sejarah intelektual dan sebagainya.
Selain pembagian sejarah berdasarkan tema (tematis), dikenal pula pembagian sejarah berdasarkan periode waktu. Dalam pembagian sejarah berdasarkan periodisasi tersebut, kita dapat mengambil contoh (untuk sejarah Indonesia), yaitu sejarah prasejarah, zaman pengaruh Hindhu-Budha, zaman pengaruh islam, zaman kekuasaan Belanda dan lain-lain. Disamping itu, berdasarkan unsur ruang, kita mengenal pembagian sejarah secara regional atau kewilayahan. Contohnya sejarah Eropa, sejarah Asia, sejarah Timur Tengah dan lain-lain. Dalam sejarah regional dapat menyangkut sejarah dunia, tetapi ruang lingkupnya lebih terbatas oleh persamaan karakteristik, baik fisik maupun sosial budayanya. Sejarah sebagai peristiwa seringkali juga disebut sebagai sejarah kenyataan dan sejarah serba objektif. Artinya peristiwa-peristiwa tersebut benar-benar terjadi dan didukung oleh bukti-bukti yang menguatkan, seperti berupa saksi mata yang dijadikan sumber-sumber sejarah, peninggalan-peninggalan dan catatan-catatan. Selain itu dapat pula peristiwa itu diketahui dari sumber-sumber yang bersifat lisan yang disampaikan dari mulut ke mulut.
2.       Sejarah Sebagai Ilmu
Sejarah sebagai ilmu merupakan suatu proses rekonstruksi dengan menggunakan metode sejarah. Sejarah sebagai ilmu sudah tentu memiliki objek, tujuan, dan metode. Sejarah dikatakan sebagai ilmu apabila sejarah memiliki syarat-syarat dari suatu ilmu. Adapun syarat-syarat ilmu adalah :
a. Ada masalah yang menjadi objek.
b. Ada metode.       
c. Tersusun secara sistematis.
d. Menggunakan pemikiran yang rasional.
e.  Kebenarannya bersifat objektif.
Sebuah pengetahuan dapat disusun secara sistematis dengan cara menggunakan metode yang dimilikinya. Secara sederhana, metode dapat diartikan sebagai langkah-langkah yang harus ditempuh untuk menjelaskan objek yang dikajinya. Setiap ilmu pengetahuan memiliki objeknya. Objek sejarah adalah manusia, sehingga sejarah dimasukkan kedalam kelompok ilmu humaniora. Hasil dari penjelasan terhadap objek yang ditelitinya akan melahirkan rumusan-rumusan kebenaran yang disebut teori. Rumusan kebenaran dalam sejarah bersifat unik, tidak umum atau universal. Unik dalam pengertian bahwa kebenaran sejarah hanya berlaku pada situasi atau tempat tertentu saja, belum tentu berlaku pada situasi atau tempat yang lainnya. Revolusi dan pemberontakan sering kali terjadi dalam sejarah Indonesia. Akan tetapi, penyebabnya merupakan hal yang unik, selalu berbeda.
Ciri umum kebenaran ilmu pengetahuan, yaitu bersifat rasional, empiris, dan sementara. Rasional artinya kebenaran itu ukurannya akal. Sesuatu  dianggap benar menurut ilmu apabila masuk akal. Sebagai  contoh, kita mengenal adanya candi Borobudur yang megah. Secara akal dapat dijelaskan bahwa pembangunannya dilakukan oleh manusia biasa dengan menggunakan teknik teknik tertentu sehingga terciptalah sebuah bangunan. Janganlah kita menjelaskan bahwa Borobudur itu dibangun dengan menggunakan  kekuatan-kekuatan diluar kemampuan manusia, misalnya jin, sihir dan jenis-jenis makhluk lainnya.
Bersifat  empiris maksudnya bahwa sejarah melakukan kajian atas peristiwa yang benar-benar terjadi dimasa silam peristiwa itu akan didokumentasikan dan menjadi bahan penelitian para sejarawan untuk menemukan fakta. Fakta-fakta ini kemudian diinterpretasikan sehingga timbul tulisan sejarah. Jika kita bercerita tentang terjadinya perang, maka perang itu benar-benar pernah terjadi berdasarkan bukti-bukti peninggalan yang ditemukan. Atau kemungkinan masih adanya saksi hidup yang masih ada.
Sedangkan bersifat sementara maksudnya adalah bahwa dalam ilmu pengetahuan, kebenaran yang dihasilkan sifatnya tidak mutlak. Tidak seperti halnya kebenaran dalam agama yang bersifat mutlak. Kebenaran ilmu pengetahuan bersifat sementara, artinya dapat dibantah apabila ditemukan teori-teori baru. Dalam sejarah, kebenaran sementara ini dapat dalam bentuk perbedaan penafsiran terhadap suatu peristiwa. Perbedaan ini dapat diterima selama didukung oleh bukti yang kuat. Sifatnya yang sementara inilah yang membuat ilmu itu berkembang terus.[3]
3.       Sejarah Sebagai Cerita / Kisah
Sejarah merupakan hasil rekonstruksi sejarawan terhadap sejarah sebaga peristiwa berdasarkan fakta-fakta sejarah yang dimilikinya. Sejarah sebagai cerita merupakan sesuatu karya yang dipengaruhi oleh subjektivitas sejarawan. Sebagai contoh tentang biografi Diponegoro. Jika ditulis oleh sejarawan Belanda yang pro-pemerintah kolonial maka Diponegoro dalam pikiran dan pendapat sejarawan tersebut dipandang sebagai pemberontak bahkan penghianat. Sebaliknya, jika biografi itu ditulis oleh seorang sejarawan yang pro-perjuangan bangsa Indonesia, sudah dapat diduga bahwa Diponegoro adalah pahlawan bangsa Indonesia. Itulah yang disebut sejarah bersifat subjektif, yang artinya memuat unsur-unsur dari subjek, si penulis/sejarawan sebagai subjek turut serta memengaruhi atau member “warna” atau “rasa” sesuai dengan kacamata yang digunakannya. Oleh karena itu tidak heran jika sejarah sering disebut “sejarah serba subjektif”.
4.                Sejarah Sebagai Seni
Sejarawan tidak bisa sembarangan menghadirkan peristiwa sejarah sebagai kisah sejarah. Kisah sejarawan akan memiliki daya tarik tersendiri apabila sejarawan memiliki intuisi, imajinatif, emosi dan gaya bahasa yang baik. Intuisi diperlukan oleh sejarawan saat memilih topik hingga merangkai seluruh fakta menjadi sebuah kisah. Imajinatif sejarawan digunakan untuk menyususun fakta-fakta sejarah yang berhasil ditemukan agar menjadi utuh dan bulat sehingga mudah dipahami. Konstruksi atau gambaran sejarawan tentang sebuah peristiwa jelas tidak bisa sama persis dengan peristiwa yang sebenarnya sehingga sejarawan membutuhkan imajinatif untuk merangkai fakata-fakta sejarah yang sudah tersedia. Oleh Karena itu, sejarawan memiliki emosi untuk menyatukan perasaan dengan objeknya agar para pembaca seolah-olah terlibat langsung dengan suatu peristiwa sejarah. Akhirnya, seluruh pengisahan sejarah harus didukung dengan penggunaan gaya bahasa yang lugas dan hidup.[4]
Sejarawan memerlukan intuisi atau ilham, yaitu pemahaman langsung dan insting selama masa penelitian berlangsung. Seringkali dalam rangka memilih suatu penjelasan sejarawan juga memerlukan intuisi. Dalam hal ini cara kerja sejarawan sama dengan cara kerja seorang seniman. Walaupun demikian dalam menuliskan hasil karyanya sejarawan harus tetap berpijak kepada bukti dan data yang ada. Seorang sejarawan  harus dapat berimajinasi membayangkan apa yang sebenarnya terjadi pada masa lampau. Misalnya dalam menuliskan cerita tentang perang Padri, ia harus dapat membayangkan bagaimana keadaan alam daerah Minangkabau, kehidupan masyarakatnya, adat istiadatnya sehingga dapat memahami mengapa didaerah tersebut kemudian timbul perang saudara.
Dalam menulis sejarah, sejarawan dituntut untuk membawa si pembaca seolah-olah hadir dan menyaksikan sendiri peristiwa sejarah. Dalam hal ini sejarawan haruslah mempunyai emosi yang tinggi untuk menyatukan perasaan dengan objeknya. Sifat ini sangat penting untuk mewariskan nilai-nilai perjuangan. Penggunaan gaya bahasa juga diperlukan dalam penulisan sejarah. Gaya bahasa yang baik, bukan berarti yang berbunga-bunga. Terkadang bahasa yang lugas lebih menarik. Dalam tulisan sejarah, deskripsi itu seperti melukis naturalistis. Hal yang diperlukan adalah kemampuan untuk menuliskan detil. Seni satra dapat menyumbangkan karakteristik pada tulisan sejarah. Sejarawan  harus bisa menggambarkan watak manusia dalam descripsinya. Plot atau alur cerita diperlukan  juga dalam sejarah. Kisah  yang berangkai, dari pendahuluan, inti cerita dan penutup akan memberi nyawa pada kisah sejarah.
C.  Hubungan Ilmu Sejarah dengan Ilmu-Ilmu Sosial Lainnya
1.     Hubungan Sejarah dengan Sosiologi
Hal ini lebih tampak lagi dengan cepatnya perubahan sosial jelas menarik perhatian bukan saja sejarahwan tetapi juga sosiologiawan. Sebab para sosiolog yang menganalisis berbagai persyaratan pembangunan pertanian dan industri di negara-negara yang disebut negara berkembang memperoleh kesan yang mereka kaji dengan perubahan dari waktu ke waktu, dengan kata lain sejarah.
Terdapat tiga tokoh besar ahli yang sangat mengagumi sejarah, yaitu Pareto, Durkheim, dan Weber, mereka menguasai sejarah dengan amat baik. Emil Durkheim yang dikenal sebagai salah satu tokoh pendiri sosiologi sebagai ilmu, iaa melakukan pembedaan antara sosiologi, sejarah, filsafat, dan psikologi. Dia merasa perlu belajar kepada Fustel de Coulanges. Bahkan salah satu bukunya itu dipersembahkan untuk Coulanges, ia pun menulis sejarah monograf sejarah pendidikan Perancis. Sedangkan tentang Max Weber, sosiolog yang memiliki wawasan luas tentang sejarah, sebelum melakukan studi untuk bukunya The Protestan Ethic and Spirit of Capitalsm (1904-1905), sebelumnya ia menulis tentang perniagaan abad pertengahan serta paertanian zaman Romawi kuno. Perkembangan akhir-akhir ini banyak sekali karya sosiologiwan diterbitkan yang berupa studi sosiologis mengenai gejala social atau sociofact dimasa lampau, seperti Pemberontakan Petani karya Tilli, Perubahan Sosial masa Revolusi Industri di Inggris oleh Smelzer. Karakteristik dari historical sociology tersebut bahwa studi sosiologis mengenai suatu kejadian atau gejala di masa lampau yang dilakukan oleh para sosiologiwan.
2.    Hubungan Sejarah dengan Antropologi
Hubungan ini dapat dillihat karena kedua disiplin ini memiliki persamaan yang menempatkan manusia sebagai subjek dan objek kajiannya, lazimnya mencakup berbagai dimensi kehidupan. Dengan demikian, disamping memiliki titik perbedaan, kedua disiplin itu pun memiliki persamaan. Bila sejarah membatasi diri pada penggambaran suatu peristiwa sebagai proses dimasa lampau dalam bentuk cerita secara einmalig‘sekali terjadi’, hal ini tidak termasuk bidang kajian antropologi. Namun jika suatu penggambaran sejarah menampilkan suatu masyarakat di masa lampau dengan berbagai aspek kehidupan, termasuk ekonomi, politik, religi, dan keseniannya maka gambaran tersebut mencakup unsur-unsur kebudayaan masyarakat. Dalam hal itu ada persamaan bahkan tumpang-tindih antara sejarah dan antropologi (Kartodirdjo, 1992: 153).
3.    Hubungan Antropologi Budaya dengan Sejarah
sebagai sesuatu yang aktif, bukan pasif. Hal ini dapat dipahami, mengingat ada dua hal yang penting, pertama, makna kebudayaan telah semakin meluas karena semakin luasnya perhatian para sejarawan, sosiologiawan, mengkritisi sastra, dan lain-lain. Perhatian semakin dicurakan kepada kebudayaan populer, yakni sikap-sikap dan nilai-nila masyarakat awam serta pengungkapannya ke dalamkesenian rakyat, lagu-lagu rakyat, cerita rakyat, festival rakyat, dan lain-lain. Kedua, mengingat semakin luasnya makna kebudayaan semakin meningkat pula kecenderungan untuk menganggap kebudayaan
4.    Hubungan Sejarah dengan Psikologi
Dalam cerita sejarah, aktor atau pelaku sejarah senantiasa mendapat sorotan yang tajam, baik sebagai individu maupun sebagai kelompok. Sebagai aktor individu, tidak lepas dari peranan faktor-faktor internal yang bersifat psikologis, seperti motivasi, minat, konsep diri,dan sebagainya yang selalu berinteraksi dengan faktor-faktor eksternal yang bersifat sosiologis, seperti lingkungan keluarga, sosial budaya, dan sebagainya. Dalam aktor yang bersifat kelompok menunjukkan aktivitas kolektif, yaitu suatu gejala yang menjadi objek khusus psikologi sosial.
5.      Hubungan Sejarah dengan Geografi
Hubungan ini dapat dilihat dari suatu aksioma bahwa setiap peristiwa sejarah senantiasa memiliki lingkup temporal dan spasial ( waktu dan ruang ), dimana keduanya merupakan faktor yang membatasi fenomena sejarah tertentu sebagai unit (kesatuan), apakah itu perang, riwayat hidup, kerajaan, dan lain sebagainya. Mengenai kedekatan ilmu geografi dan sejarah tersebut, ibarat sekutu lama sejak zaman geografiawan dan sejarawan Yunani kuno Herodotus. Menurutnya sejarah dan geografi sudah demikian terkait, ibarat terkaitnya pelaku, waktu, dan ruang secara terpadu. Peranan spasial dalam geografi distrukturasi berdasarkan fungsi-fungsi yang dijalankan menurut tujuan dan kepentingan manusia selaku pemakai.
6.    Hubungan Sejarah dengan Ilmu Ekonomi
Mulai abad ke-20 sejarah ekonomi dalam berbagai aspeknya pun semakin menonjol, terutama setelah modernisasi, di mana hampir setiap bangsa di dunia lebih memfokuskan pembangunan ekonomi. Oleh karena itu proses industrialisasi beserta transformasi sosial yang mengikutinya menuntut pengkajian pertumbuhan ekonomi dari sistem produksi agraris ke sistem produksi industrial. Terbentunya jaringan navigasi atau transportasi perdagangan disatu pihak dan pihak lain, serta jaringan daerah industri dan bahan mentah mengakibatkan munculnya suatu sistem global ekonomi. Lahirnya sistem global ekonomi tersebut memiliki implikasi yang sangat luas dan mendalam, tidak hanya pada bidang ekonomi saja, tapi erat hubungannya dengan bidang lain, misalnya bidang politik.
                                                                                         


[1] Dadang Supardan, PENGANTAR ILMU SOSIAL:  Sebuah Kajian Pendekatan Struktural, (Jakarta: PT Bumi Aksara.2008) h.287
[3] http://akrabsenada.blogspot.com/2013/04/ruang-lingkup-sejarah_14.html di akses pada Selasa, 22 Oktober 2013 jam 10.10
[4]  http://sejarawan.wordpress.com/2012/09/24/pengertian-dan-ruang-lingkup-sejarah-2/
SEJARAH
MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Matakuliah : Konsep Dasar IPS
Dosen Pengampu : Zulaikha, M.Ag, M.Pd


Disusun oleh :
1.     Fauzia Azmatussulkha           (123911121)
2.     Ratna Surya Rahayu               (123911091)
3.     Siti Khoirunnisa’                    (123911014)
4.     M. Abu Na’im                                    (123911000)
5.     Novi Arifatul M                     (123911079)



FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG

TAHUN 2013
        I.        PENDAHULUAN
Pada dasarnya sejarah adalah ilmu pengetahuan dari subjek yang definit yang disyaratkan oleh metode yang bebas dan teratur dan diatur dalam ketentuan yang dapat diterima. Selanjutnya, sejarah dapat diberi definisi yang membedakan dengan batasan ilmu sosial dan ilmu lain.
Dalam arti umum sejarah adalah kenyataan masa lampau (history is past actuality). Sejarawan Jerman, Leopold von Ranke, mengatakan bahwa tugas sejarawan adalah “ hanya menunjukan bagaimana sesungguhnya terjadi ( wie es eigenlich gewesen”). Itu mengekpresikan objek material sejarah. Sejarah adalah studi tentang manusia, atau orang di masyarakat, untuk manusia adalah hakikat sosial dan kehidupan dimasyarakat.

      II.        RUMUSAN MASALAH
A.  Apa pengertian sejarah dan fungsi sejarah?
B.  Apa saja ruang lingkup sejarah?
C.  Apa hubungan sejarah dengan ilmu-ilmu sosial lainnya?
D.  Bagaimana implementasi sejarah pada masyarakat?

    III.        PEMBAHASAN
A.      Pengertian sejarah
Secara etimologi sejarah berasal dari bahasa Arab, yakni  شجرة syajaratun (dibaca syajarah) yang memiliki arti pohon kayu. Pengertian pohon disini adalah adanya suatu kejadian, perkembangan atau pertumbuhan tentang sesuatu hal (peristiwa) dalam suatu kesinambungan (kontinuitas). Dalam bahasa Yunani, sejarah sering disebut juga historia (dibaca istoria) atau yang dalam bahasa Inggris disebut history  yang mempunyai arti belajar dengan cara bertanya-tanya. Kata historia  diartikan sebagai telaahan mengenai gejala-gejala (terutama hal ihwal manusia) dalam urutan kronologis. Setelah menelusuri arti sejarah yang dikaitkan dengan arti syajaratun dan dihubungkan pula dengan kata history, yang bersumber dari kata historia (bahasa Yunani Kuno) dapat disimpulkan bahwa arti kata sejarah sendiri sekarang ini memiliki makna sebagai cerita, atau kejadian yang benar-benar telah terjadi pada masa lampau.[1] Pendapat dari beberapa tokoh dapat disimpulkan bahwa sejarah adalah suatu ilmu pengetahuan yang mempelajari segala peristiwa atau kejadian yang telah terjadi pada masa lampau dalam kehidupan umat manusia. Dalam kehidupan manusia, peristiwa sejarah merupakan suatu peristiwa yang abadi (tidak berubah-ubah), unik (hanya terjadi satu kali), dan penting ( mempunyai arti dalam menentukan kehidupan orang banyak). [2]
Secara rinci dan sistematis, Notosusanto (1979: 4-10) mengidentifikasi empat jenis kegunaan sejarah, yakni fungsi edukasi, fungsi inspiratif, fungsi instruktif, dan fungsi rekreasi.
1.       Fungsi Edukatif
Artinya bahwa sejarah membawa dan mengajarkan kebijaksanaan ataupun kearifan. Sejarah kita jadikan sebagai pelajaran, meniru yang baik dan meninggalkan yang buruk. Meniru keberhasilan para orang-orang terdahulu dan menjadikan kegagalan mereka sebagai cambuk agar kita lebih baik lagi ke depannya, Hal itu dikemukakan oleh John Seeley yang mempertautkan masa lampau dan masa sekarang, we study history, so that we may be wise before the event
2.       Fungsi Inspiratif
Artinya dengan mempelajari sejarah dapat memberikan inspirasi atau ilham. Sebagai contoh, melalui sejarah perjuangan bangsa, kita dapat terilhami untuk meniru dan bila perlu “menciptakan” peristiwa serupa yang lebih besar dan paling tidak belajar sejarah dapat memperkuat I’esprit de corps spirit dan moral. Dengan mempelajari sejarah akan dapat mengembangkan inspiratif, imajinatif dan kreativitas generasi yang hidup sekarang dalam rangka hidup berbangsa dan bernegara. Fungsi inspiratif juga dapat dikaitkan dengan pendidikan moral. Sebab setelah belajar sejarah seseorang dapat mengembangkan inspirasi dan berdasarkan keyakinannya dalam menerima atau menolak nila yang terkandung dalam suatu peristiwa sejarah.
3.       Fungsi Instruktif
Maksud fungsi intruktif adalah sejarah sebagai alat bantu dalam proses suatu pembelajaran. Sejarah berperan sebagai upaya penyampaian pengetahuan dan ketrampilan kepada orang lain.
4.       Fungsi Rekreatif
Artinya belajar sejarah dapat memberikan rasa kesenangan maupun keindahan. Seorang belajar sejarah dapat terpesona oleh kisah sejarah yang mengagumkan atau menarik perhatian pembaca, baik berupa roman maupun cerita-cerita lainnya. Dengan mempelajari berbagai peristiwa menarik di berbagai tempat, negara, dan bangsa, kita ibarat berwisata ke berbagai negara di dunia.
B.      Ruang Lingkup Sejarah
Ada beberapa pemahaman mengenai ruang lingkup sejarah yang di definisikan oleh para ahli, antara lain :
1.       Sejarah Sebagai Peristiwa
Adalah sesuatu yang terjadi pada masyarakat manusia pada masa lampau. Pengertian masyarakat manusia dan masa lampau adalah sesuatu yang penting dalam definisi sejarah. Sebab kejadian yang tidak memiliki hubungan dengan kehidupan masyarakat manusia (dalam pengertian disini) bukanlah merupakan suatu peristiwa sejarah. Sebaliknya, peristiwa yang terjadi pada waktu sekarang bukanlah sejarah, karena itu konsep siapa yang menjadi subjek dan objek sejarah serta konsep waktu, keduanya menjadi penting. Sejarah sebagai peristiwa berarti suatu kejadian dimasa lampau yang sudah terjadi dan sekali jadi serta tidak bisa diulang.
Pengertian sejarah sebagai peristiwa sebenarnya memiliki makna yang sangat luas dan beraneka ragam. Keluasan dan keanekaragaman tersebut sama dengan luas dan kompleksitas kehidupan manusia. Beberapa aspek kehidupan kita seperti aspek sosial, budaya, ekonomi, pendidikan, politik, kesehatan, agama, keamanan dan sebagainya, semuanya terjalin dalam peristiwa sejarah. Para ahli mengelompokkan sejarah dalam beberapa tema (pembagian sejarah secara tematis): seperti sejarah sosial, sejarah politik, sejarah kebudayaan, sejarah perekonomian, sejarah agama, sejarah pendidikan, sejarah kesehatan, sejarah intelektual dan sebagainya.
Selain pembagian sejarah berdasarkan tema (tematis), dikenal pula pembagian sejarah berdasarkan periode waktu. Dalam pembagian sejarah berdasarkan periodisasi tersebut, kita dapat mengambil contoh (untuk sejarah Indonesia), yaitu sejarah prasejarah, zaman pengaruh Hindhu-Budha, zaman pengaruh islam, zaman kekuasaan Belanda dan lain-lain. Disamping itu, berdasarkan unsur ruang, kita mengenal pembagian sejarah secara regional atau kewilayahan. Contohnya sejarah Eropa, sejarah Asia, sejarah Timur Tengah dan lain-lain. Dalam sejarah regional dapat menyangkut sejarah dunia, tetapi ruang lingkupnya lebih terbatas oleh persamaan karakteristik, baik fisik maupun sosial budayanya. Sejarah sebagai peristiwa seringkali juga disebut sebagai sejarah kenyataan dan sejarah serba objektif. Artinya peristiwa-peristiwa tersebut benar-benar terjadi dan didukung oleh bukti-bukti yang menguatkan, seperti berupa saksi mata yang dijadikan sumber-sumber sejarah, peninggalan-peninggalan dan catatan-catatan. Selain itu dapat pula peristiwa itu diketahui dari sumber-sumber yang bersifat lisan yang disampaikan dari mulut ke mulut.
2.       Sejarah Sebagai Ilmu
Sejarah sebagai ilmu merupakan suatu proses rekonstruksi dengan menggunakan metode sejarah. Sejarah sebagai ilmu sudah tentu memiliki objek, tujuan, dan metode. Sejarah dikatakan sebagai ilmu apabila sejarah memiliki syarat-syarat dari suatu ilmu. Adapun syarat-syarat ilmu adalah :
a. Ada masalah yang menjadi objek.
b. Ada metode.       
c. Tersusun secara sistematis.
d. Menggunakan pemikiran yang rasional.
e.  Kebenarannya bersifat objektif.
Sebuah pengetahuan dapat disusun secara sistematis dengan cara menggunakan metode yang dimilikinya. Secara sederhana, metode dapat diartikan sebagai langkah-langkah yang harus ditempuh untuk menjelaskan objek yang dikajinya. Setiap ilmu pengetahuan memiliki objeknya. Objek sejarah adalah manusia, sehingga sejarah dimasukkan kedalam kelompok ilmu humaniora. Hasil dari penjelasan terhadap objek yang ditelitinya akan melahirkan rumusan-rumusan kebenaran yang disebut teori. Rumusan kebenaran dalam sejarah bersifat unik, tidak umum atau universal. Unik dalam pengertian bahwa kebenaran sejarah hanya berlaku pada situasi atau tempat tertentu saja, belum tentu berlaku pada situasi atau tempat yang lainnya. Revolusi dan pemberontakan sering kali terjadi dalam sejarah Indonesia. Akan tetapi, penyebabnya merupakan hal yang unik, selalu berbeda.
Ciri umum kebenaran ilmu pengetahuan, yaitu bersifat rasional, empiris, dan sementara. Rasional artinya kebenaran itu ukurannya akal. Sesuatu  dianggap benar menurut ilmu apabila masuk akal. Sebagai  contoh, kita mengenal adanya candi Borobudur yang megah. Secara akal dapat dijelaskan bahwa pembangunannya dilakukan oleh manusia biasa dengan menggunakan teknik teknik tertentu sehingga terciptalah sebuah bangunan. Janganlah kita menjelaskan bahwa Borobudur itu dibangun dengan menggunakan  kekuatan-kekuatan diluar kemampuan manusia, misalnya jin, sihir dan jenis-jenis makhluk lainnya.
Bersifat  empiris maksudnya bahwa sejarah melakukan kajian atas peristiwa yang benar-benar terjadi dimasa silam peristiwa itu akan didokumentasikan dan menjadi bahan penelitian para sejarawan untuk menemukan fakta. Fakta-fakta ini kemudian diinterpretasikan sehingga timbul tulisan sejarah. Jika kita bercerita tentang terjadinya perang, maka perang itu benar-benar pernah terjadi berdasarkan bukti-bukti peninggalan yang ditemukan. Atau kemungkinan masih adanya saksi hidup yang masih ada.
Sedangkan bersifat sementara maksudnya adalah bahwa dalam ilmu pengetahuan, kebenaran yang dihasilkan sifatnya tidak mutlak. Tidak seperti halnya kebenaran dalam agama yang bersifat mutlak. Kebenaran ilmu pengetahuan bersifat sementara, artinya dapat dibantah apabila ditemukan teori-teori baru. Dalam sejarah, kebenaran sementara ini dapat dalam bentuk perbedaan penafsiran terhadap suatu peristiwa. Perbedaan ini dapat diterima selama didukung oleh bukti yang kuat. Sifatnya yang sementara inilah yang membuat ilmu itu berkembang terus.[3]
3.       Sejarah Sebagai Cerita / Kisah
Sejarah merupakan hasil rekonstruksi sejarawan terhadap sejarah sebaga peristiwa berdasarkan fakta-fakta sejarah yang dimilikinya. Sejarah sebagai cerita merupakan sesuatu karya yang dipengaruhi oleh subjektivitas sejarawan. Sebagai contoh tentang biografi Diponegoro. Jika ditulis oleh sejarawan Belanda yang pro-pemerintah kolonial maka Diponegoro dalam pikiran dan pendapat sejarawan tersebut dipandang sebagai pemberontak bahkan penghianat. Sebaliknya, jika biografi itu ditulis oleh seorang sejarawan yang pro-perjuangan bangsa Indonesia, sudah dapat diduga bahwa Diponegoro adalah pahlawan bangsa Indonesia. Itulah yang disebut sejarah bersifat subjektif, yang artinya memuat unsur-unsur dari subjek, si penulis/sejarawan sebagai subjek turut serta memengaruhi atau member “warna” atau “rasa” sesuai dengan kacamata yang digunakannya. Oleh karena itu tidak heran jika sejarah sering disebut “sejarah serba subjektif”.
4.                Sejarah Sebagai Seni
Sejarawan tidak bisa sembarangan menghadirkan peristiwa sejarah sebagai kisah sejarah. Kisah sejarawan akan memiliki daya tarik tersendiri apabila sejarawan memiliki intuisi, imajinatif, emosi dan gaya bahasa yang baik. Intuisi diperlukan oleh sejarawan saat memilih topik hingga merangkai seluruh fakta menjadi sebuah kisah. Imajinatif sejarawan digunakan untuk menyususun fakta-fakta sejarah yang berhasil ditemukan agar menjadi utuh dan bulat sehingga mudah dipahami. Konstruksi atau gambaran sejarawan tentang sebuah peristiwa jelas tidak bisa sama persis dengan peristiwa yang sebenarnya sehingga sejarawan membutuhkan imajinatif untuk merangkai fakata-fakta sejarah yang sudah tersedia. Oleh Karena itu, sejarawan memiliki emosi untuk menyatukan perasaan dengan objeknya agar para pembaca seolah-olah terlibat langsung dengan suatu peristiwa sejarah. Akhirnya, seluruh pengisahan sejarah harus didukung dengan penggunaan gaya bahasa yang lugas dan hidup.[4]
Sejarawan memerlukan intuisi atau ilham, yaitu pemahaman langsung dan insting selama masa penelitian berlangsung. Seringkali dalam rangka memilih suatu penjelasan sejarawan juga memerlukan intuisi. Dalam hal ini cara kerja sejarawan sama dengan cara kerja seorang seniman. Walaupun demikian dalam menuliskan hasil karyanya sejarawan harus tetap berpijak kepada bukti dan data yang ada. Seorang sejarawan  harus dapat berimajinasi membayangkan apa yang sebenarnya terjadi pada masa lampau. Misalnya dalam menuliskan cerita tentang perang Padri, ia harus dapat membayangkan bagaimana keadaan alam daerah Minangkabau, kehidupan masyarakatnya, adat istiadatnya sehingga dapat memahami mengapa didaerah tersebut kemudian timbul perang saudara.
Dalam menulis sejarah, sejarawan dituntut untuk membawa si pembaca seolah-olah hadir dan menyaksikan sendiri peristiwa sejarah. Dalam hal ini sejarawan haruslah mempunyai emosi yang tinggi untuk menyatukan perasaan dengan objeknya. Sifat ini sangat penting untuk mewariskan nilai-nilai perjuangan. Penggunaan gaya bahasa juga diperlukan dalam penulisan sejarah. Gaya bahasa yang baik, bukan berarti yang berbunga-bunga. Terkadang bahasa yang lugas lebih menarik. Dalam tulisan sejarah, deskripsi itu seperti melukis naturalistis. Hal yang diperlukan adalah kemampuan untuk menuliskan detil. Seni satra dapat menyumbangkan karakteristik pada tulisan sejarah. Sejarawan  harus bisa menggambarkan watak manusia dalam descripsinya. Plot atau alur cerita diperlukan  juga dalam sejarah. Kisah  yang berangkai, dari pendahuluan, inti cerita dan penutup akan memberi nyawa pada kisah sejarah.
C.  Hubungan Ilmu Sejarah dengan Ilmu-Ilmu Sosial Lainnya
1.     Hubungan Sejarah dengan Sosiologi
Hal ini lebih tampak lagi dengan cepatnya perubahan sosial jelas menarik perhatian bukan saja sejarahwan tetapi juga sosiologiawan. Sebab para sosiolog yang menganalisis berbagai persyaratan pembangunan pertanian dan industri di negara-negara yang disebut negara berkembang memperoleh kesan yang mereka kaji dengan perubahan dari waktu ke waktu, dengan kata lain sejarah.
Terdapat tiga tokoh besar ahli yang sangat mengagumi sejarah, yaitu Pareto, Durkheim, dan Weber, mereka menguasai sejarah dengan amat baik. Emil Durkheim yang dikenal sebagai salah satu tokoh pendiri sosiologi sebagai ilmu, iaa melakukan pembedaan antara sosiologi, sejarah, filsafat, dan psikologi. Dia merasa perlu belajar kepada Fustel de Coulanges. Bahkan salah satu bukunya itu dipersembahkan untuk Coulanges, ia pun menulis sejarah monograf sejarah pendidikan Perancis. Sedangkan tentang Max Weber, sosiolog yang memiliki wawasan luas tentang sejarah, sebelum melakukan studi untuk bukunya The Protestan Ethic and Spirit of Capitalsm (1904-1905), sebelumnya ia menulis tentang perniagaan abad pertengahan serta paertanian zaman Romawi kuno. Perkembangan akhir-akhir ini banyak sekali karya sosiologiwan diterbitkan yang berupa studi sosiologis mengenai gejala social atau sociofact dimasa lampau, seperti Pemberontakan Petani karya Tilli, Perubahan Sosial masa Revolusi Industri di Inggris oleh Smelzer. Karakteristik dari historical sociology tersebut bahwa studi sosiologis mengenai suatu kejadian atau gejala di masa lampau yang dilakukan oleh para sosiologiwan.
2.    Hubungan Sejarah dengan Antropologi
Hubungan ini dapat dillihat karena kedua disiplin ini memiliki persamaan yang menempatkan manusia sebagai subjek dan objek kajiannya, lazimnya mencakup berbagai dimensi kehidupan. Dengan demikian, disamping memiliki titik perbedaan, kedua disiplin itu pun memiliki persamaan. Bila sejarah membatasi diri pada penggambaran suatu peristiwa sebagai proses dimasa lampau dalam bentuk cerita secara einmalig‘sekali terjadi’, hal ini tidak termasuk bidang kajian antropologi. Namun jika suatu penggambaran sejarah menampilkan suatu masyarakat di masa lampau dengan berbagai aspek kehidupan, termasuk ekonomi, politik, religi, dan keseniannya maka gambaran tersebut mencakup unsur-unsur kebudayaan masyarakat. Dalam hal itu ada persamaan bahkan tumpang-tindih antara sejarah dan antropologi (Kartodirdjo, 1992: 153).
3.    Hubungan Antropologi Budaya dengan Sejarah
sebagai sesuatu yang aktif, bukan pasif. Hal ini dapat dipahami, mengingat ada dua hal yang penting, pertama, makna kebudayaan telah semakin meluas karena semakin luasnya perhatian para sejarawan, sosiologiawan, mengkritisi sastra, dan lain-lain. Perhatian semakin dicurakan kepada kebudayaan populer, yakni sikap-sikap dan nilai-nila masyarakat awam serta pengungkapannya ke dalamkesenian rakyat, lagu-lagu rakyat, cerita rakyat, festival rakyat, dan lain-lain. Kedua, mengingat semakin luasnya makna kebudayaan semakin meningkat pula kecenderungan untuk menganggap kebudayaan
4.    Hubungan Sejarah dengan Psikologi
Dalam cerita sejarah, aktor atau pelaku sejarah senantiasa mendapat sorotan yang tajam, baik sebagai individu maupun sebagai kelompok. Sebagai aktor individu, tidak lepas dari peranan faktor-faktor internal yang bersifat psikologis, seperti motivasi, minat, konsep diri,dan sebagainya yang selalu berinteraksi dengan faktor-faktor eksternal yang bersifat sosiologis, seperti lingkungan keluarga, sosial budaya, dan sebagainya. Dalam aktor yang bersifat kelompok menunjukkan aktivitas kolektif, yaitu suatu gejala yang menjadi objek khusus psikologi sosial.
5.      Hubungan Sejarah dengan Geografi
Hubungan ini dapat dilihat dari suatu aksioma bahwa setiap peristiwa sejarah senantiasa memiliki lingkup temporal dan spasial ( waktu dan ruang ), dimana keduanya merupakan faktor yang membatasi fenomena sejarah tertentu sebagai unit (kesatuan), apakah itu perang, riwayat hidup, kerajaan, dan lain sebagainya. Mengenai kedekatan ilmu geografi dan sejarah tersebut, ibarat sekutu lama sejak zaman geografiawan dan sejarawan Yunani kuno Herodotus. Menurutnya sejarah dan geografi sudah demikian terkait, ibarat terkaitnya pelaku, waktu, dan ruang secara terpadu. Peranan spasial dalam geografi distrukturasi berdasarkan fungsi-fungsi yang dijalankan menurut tujuan dan kepentingan manusia selaku pemakai.
6.    Hubungan Sejarah dengan Ilmu Ekonomi
Mulai abad ke-20 sejarah ekonomi dalam berbagai aspeknya pun semakin menonjol, terutama setelah modernisasi, di mana hampir setiap bangsa di dunia lebih memfokuskan pembangunan ekonomi. Oleh karena itu proses industrialisasi beserta transformasi sosial yang mengikutinya menuntut pengkajian pertumbuhan ekonomi dari sistem produksi agraris ke sistem produksi industrial. Terbentunya jaringan navigasi atau transportasi perdagangan disatu pihak dan pihak lain, serta jaringan daerah industri dan bahan mentah mengakibatkan munculnya suatu sistem global ekonomi. Lahirnya sistem global ekonomi tersebut memiliki implikasi yang sangat luas dan mendalam, tidak hanya pada bidang ekonomi saja, tapi erat hubungannya dengan bidang lain, misalnya bidang politik.
                                                                                         


[1] Dadang Supardan, PENGANTAR ILMU SOSIAL:  Sebuah Kajian Pendekatan Struktural, (Jakarta: PT Bumi Aksara.2008) h.287
[3] http://akrabsenada.blogspot.com/2013/04/ruang-lingkup-sejarah_14.html di akses pada Selasa, 22 Oktober 2013 jam 10.10
[4]  http://sejarawan.wordpress.com/2012/09/24/pengertian-dan-ruang-lingkup-sejarah-2/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar