SEJARAH
MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Matakuliah : Konsep Dasar IPS
Dosen Pengampu : Zulaikha, M.Ag, M.Pd
Disusun oleh :
1.
Fauzia Azmatussulkha (123911121)
2.
Ratna Surya Rahayu (123911091)
3.
Siti Khoirunnisa’ (123911014)
4.
M. Abu Na’im (123911000)
5.
Novi Arifatul M (123911079)
FAKULTAS ILMU
TARBIYAH DAN KEGURUAN
INSTITUT AGAMA
ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
TAHUN 2013
I.
PENDAHULUAN
Pada dasarnya
sejarah adalah ilmu pengetahuan dari subjek yang definit yang disyaratkan oleh
metode yang bebas dan teratur dan diatur dalam ketentuan yang dapat diterima.
Selanjutnya, sejarah dapat diberi definisi yang membedakan dengan batasan ilmu
sosial dan ilmu lain.
Dalam arti umum sejarah adalah kenyataan masa
lampau (history is past actuality). Sejarawan Jerman, Leopold von Ranke,
mengatakan bahwa tugas sejarawan adalah “ hanya menunjukan bagaimana
sesungguhnya terjadi ( wie es eigenlich gewesen”). Itu mengekpresikan
objek material sejarah. Sejarah adalah studi tentang manusia, atau orang di
masyarakat, untuk manusia adalah hakikat sosial dan kehidupan dimasyarakat.
II.
RUMUSAN MASALAH
A.
Apa pengertian sejarah dan fungsi sejarah?
B.
Apa saja ruang lingkup sejarah?
C.
Apa hubungan sejarah dengan ilmu-ilmu sosial lainnya?
D.
Bagaimana implementasi sejarah pada masyarakat?
III.
PEMBAHASAN
A.
Pengertian sejarah
Secara
etimologi sejarah berasal dari bahasa Arab, yakni شجرة
syajaratun (dibaca syajarah) yang memiliki arti pohon kayu. Pengertian
pohon disini adalah adanya suatu kejadian, perkembangan atau pertumbuhan
tentang sesuatu hal (peristiwa) dalam suatu kesinambungan (kontinuitas).
Dalam bahasa Yunani, sejarah sering disebut juga historia (dibaca istoria)
atau yang dalam bahasa Inggris disebut history yang mempunyai arti belajar dengan cara
bertanya-tanya. Kata historia diartikan
sebagai telaahan mengenai gejala-gejala (terutama hal ihwal manusia) dalam
urutan kronologis. Setelah menelusuri arti sejarah yang dikaitkan dengan arti syajaratun
dan dihubungkan pula dengan kata history, yang bersumber dari kata historia
(bahasa Yunani Kuno) dapat disimpulkan bahwa arti kata sejarah sendiri sekarang
ini memiliki makna sebagai cerita, atau kejadian yang benar-benar telah terjadi
pada masa lampau.[1] Pendapat dari beberapa tokoh dapat
disimpulkan bahwa sejarah adalah
suatu ilmu pengetahuan yang mempelajari segala peristiwa atau kejadian yang
telah terjadi pada masa lampau dalam kehidupan umat manusia. Dalam kehidupan
manusia, peristiwa sejarah merupakan suatu peristiwa yang abadi (tidak
berubah-ubah), unik (hanya terjadi satu kali), dan penting ( mempunyai arti dalam menentukan kehidupan orang
banyak). [2]
Secara rinci dan sistematis, Notosusanto (1979:
4-10) mengidentifikasi empat jenis kegunaan sejarah, yakni fungsi edukasi,
fungsi inspiratif, fungsi instruktif, dan fungsi rekreasi.
1. Fungsi Edukatif
Artinya bahwa
sejarah membawa dan mengajarkan kebijaksanaan ataupun kearifan. Sejarah kita
jadikan sebagai pelajaran, meniru yang baik dan meninggalkan yang buruk. Meniru
keberhasilan para orang-orang terdahulu dan menjadikan kegagalan mereka sebagai
cambuk agar kita lebih baik lagi ke depannya, Hal itu dikemukakan oleh John
Seeley yang mempertautkan masa lampau dan masa sekarang, we study history, so that we may be wise before the event
2. Fungsi Inspiratif
Artinya dengan mempelajari sejarah dapat memberikan inspirasi atau
ilham. Sebagai contoh, melalui sejarah perjuangan bangsa, kita dapat terilhami
untuk meniru dan bila perlu “menciptakan” peristiwa serupa yang lebih besar dan
paling tidak belajar sejarah dapat memperkuat I’esprit de corps spirit dan moral. Dengan mempelajari sejarah akan dapat mengembangkan
inspiratif, imajinatif dan kreativitas generasi yang hidup
sekarang dalam rangka hidup berbangsa dan bernegara. Fungsi inspiratif juga
dapat dikaitkan dengan pendidikan moral. Sebab setelah belajar sejarah
seseorang dapat mengembangkan inspirasi dan berdasarkan keyakinannya dalam
menerima atau menolak nila yang terkandung dalam suatu peristiwa sejarah.
3. Fungsi Instruktif
Maksud
fungsi intruktif adalah sejarah sebagai alat bantu dalam proses suatu
pembelajaran. Sejarah berperan sebagai upaya penyampaian pengetahuan dan
ketrampilan kepada orang lain.
4. Fungsi Rekreatif
Artinya belajar
sejarah dapat memberikan rasa kesenangan maupun keindahan. Seorang belajar sejarah
dapat terpesona oleh kisah sejarah yang mengagumkan atau menarik perhatian
pembaca, baik berupa roman maupun cerita-cerita lainnya. Dengan mempelajari
berbagai peristiwa menarik di berbagai tempat, negara, dan bangsa, kita ibarat
berwisata ke berbagai negara di dunia.
B.
Ruang Lingkup Sejarah
Ada
beberapa pemahaman mengenai ruang lingkup sejarah yang di definisikan oleh para
ahli, antara lain :
1.
Sejarah Sebagai Peristiwa
Adalah sesuatu yang terjadi pada masyarakat manusia pada masa
lampau. Pengertian masyarakat manusia dan masa lampau adalah sesuatu yang
penting dalam definisi sejarah. Sebab kejadian yang tidak memiliki hubungan
dengan kehidupan masyarakat manusia (dalam pengertian disini) bukanlah
merupakan suatu peristiwa sejarah. Sebaliknya, peristiwa yang terjadi pada
waktu sekarang bukanlah sejarah, karena itu konsep siapa yang menjadi subjek
dan objek sejarah serta konsep waktu, keduanya menjadi penting. Sejarah sebagai peristiwa berarti suatu kejadian
dimasa lampau yang sudah terjadi dan sekali jadi serta tidak bisa diulang.
Pengertian
sejarah sebagai peristiwa sebenarnya memiliki makna yang sangat luas dan
beraneka ragam. Keluasan dan keanekaragaman tersebut sama dengan luas dan
kompleksitas kehidupan manusia. Beberapa aspek kehidupan kita seperti aspek
sosial, budaya, ekonomi, pendidikan, politik, kesehatan, agama, keamanan dan
sebagainya, semuanya terjalin dalam peristiwa sejarah. Para ahli mengelompokkan
sejarah dalam beberapa tema (pembagian sejarah secara
tematis): seperti sejarah
sosial, sejarah politik, sejarah kebudayaan, sejarah perekonomian, sejarah
agama, sejarah pendidikan, sejarah kesehatan, sejarah intelektual dan
sebagainya.
Selain
pembagian sejarah berdasarkan tema (tematis), dikenal pula pembagian sejarah
berdasarkan periode waktu. Dalam pembagian sejarah berdasarkan periodisasi
tersebut, kita dapat mengambil contoh (untuk sejarah Indonesia), yaitu sejarah
prasejarah, zaman pengaruh Hindhu-Budha, zaman pengaruh islam, zaman kekuasaan
Belanda dan lain-lain. Disamping itu, berdasarkan unsur ruang, kita mengenal
pembagian sejarah secara regional atau kewilayahan. Contohnya sejarah Eropa,
sejarah Asia, sejarah Timur Tengah dan lain-lain. Dalam sejarah regional dapat
menyangkut sejarah dunia, tetapi ruang lingkupnya lebih terbatas oleh persamaan
karakteristik, baik fisik maupun sosial budayanya. Sejarah sebagai peristiwa
seringkali juga disebut sebagai sejarah kenyataan dan sejarah serba objektif.
Artinya peristiwa-peristiwa tersebut benar-benar terjadi dan didukung oleh
bukti-bukti yang menguatkan, seperti berupa saksi mata yang dijadikan
sumber-sumber sejarah, peninggalan-peninggalan dan catatan-catatan. Selain itu
dapat pula peristiwa itu diketahui dari sumber-sumber yang bersifat lisan yang
disampaikan dari mulut ke mulut.
2.
Sejarah Sebagai Ilmu
Sejarah sebagai ilmu merupakan suatu proses
rekonstruksi dengan menggunakan metode sejarah. Sejarah sebagai ilmu sudah
tentu memiliki objek, tujuan, dan metode. Sejarah dikatakan sebagai ilmu apabila sejarah
memiliki syarat-syarat dari suatu ilmu. Adapun syarat-syarat ilmu adalah :
a. Ada masalah yang menjadi objek.
b. Ada metode.
c. Tersusun secara sistematis.
d. Menggunakan pemikiran yang rasional.
e. Kebenarannya bersifat objektif.
Sebuah pengetahuan dapat disusun secara sistematis
dengan cara menggunakan metode yang dimilikinya. Secara sederhana, metode dapat
diartikan sebagai langkah-langkah yang harus ditempuh untuk menjelaskan objek
yang dikajinya. Setiap ilmu pengetahuan memiliki objeknya. Objek
sejarah adalah manusia, sehingga sejarah dimasukkan kedalam kelompok ilmu
humaniora. Hasil dari penjelasan terhadap objek yang ditelitinya akan
melahirkan rumusan-rumusan kebenaran yang disebut teori. Rumusan kebenaran
dalam sejarah bersifat unik, tidak umum atau universal. Unik dalam pengertian
bahwa kebenaran sejarah hanya berlaku pada situasi atau tempat tertentu saja,
belum tentu berlaku pada situasi atau tempat yang lainnya. Revolusi dan
pemberontakan sering kali terjadi dalam sejarah Indonesia. Akan tetapi, penyebabnya
merupakan hal yang unik, selalu berbeda.
Ciri umum kebenaran ilmu pengetahuan, yaitu
bersifat rasional, empiris, dan sementara. Rasional artinya kebenaran itu
ukurannya akal. Sesuatu dianggap benar
menurut ilmu apabila masuk akal. Sebagai
contoh, kita mengenal adanya candi Borobudur yang megah. Secara akal
dapat dijelaskan bahwa pembangunannya dilakukan oleh manusia biasa dengan
menggunakan teknik teknik tertentu sehingga terciptalah sebuah bangunan.
Janganlah kita menjelaskan bahwa Borobudur itu dibangun dengan menggunakan kekuatan-kekuatan diluar kemampuan manusia,
misalnya jin, sihir dan jenis-jenis makhluk lainnya.
Bersifat
empiris maksudnya bahwa sejarah melakukan kajian atas peristiwa yang
benar-benar terjadi dimasa silam peristiwa itu akan didokumentasikan dan
menjadi bahan penelitian para sejarawan untuk menemukan fakta. Fakta-fakta ini
kemudian diinterpretasikan sehingga timbul tulisan sejarah. Jika kita bercerita
tentang terjadinya perang, maka perang itu benar-benar pernah terjadi berdasarkan
bukti-bukti peninggalan yang ditemukan. Atau kemungkinan masih adanya saksi
hidup yang masih ada.
Sedangkan bersifat sementara maksudnya adalah bahwa
dalam ilmu pengetahuan, kebenaran yang dihasilkan sifatnya tidak mutlak. Tidak
seperti halnya kebenaran dalam agama yang bersifat mutlak. Kebenaran ilmu
pengetahuan bersifat sementara, artinya dapat dibantah apabila ditemukan
teori-teori baru. Dalam sejarah, kebenaran sementara ini dapat dalam bentuk
perbedaan penafsiran terhadap suatu peristiwa. Perbedaan ini dapat diterima
selama didukung oleh bukti yang kuat. Sifatnya yang sementara inilah yang
membuat ilmu itu berkembang terus.[3]
3.
Sejarah Sebagai Cerita / Kisah
Sejarah merupakan hasil rekonstruksi sejarawan terhadap sejarah sebaga
peristiwa berdasarkan fakta-fakta sejarah yang dimilikinya. Sejarah sebagai
cerita merupakan sesuatu karya yang dipengaruhi oleh subjektivitas sejarawan.
Sebagai contoh tentang biografi Diponegoro. Jika ditulis oleh sejarawan Belanda
yang pro-pemerintah kolonial maka Diponegoro dalam pikiran dan pendapat
sejarawan tersebut dipandang sebagai pemberontak bahkan penghianat. Sebaliknya,
jika biografi itu ditulis oleh seorang sejarawan yang pro-perjuangan bangsa
Indonesia, sudah dapat diduga bahwa Diponegoro adalah pahlawan bangsa
Indonesia. Itulah yang disebut sejarah bersifat subjektif, yang artinya memuat
unsur-unsur dari subjek, si penulis/sejarawan sebagai subjek turut serta
memengaruhi atau member “warna” atau “rasa” sesuai dengan kacamata yang
digunakannya. Oleh karena itu tidak heran jika sejarah sering disebut “sejarah
serba subjektif”.
4.
Sejarah Sebagai Seni
Sejarawan tidak bisa sembarangan menghadirkan peristiwa sejarah sebagai
kisah sejarah. Kisah sejarawan akan memiliki daya tarik tersendiri apabila
sejarawan memiliki intuisi, imajinatif, emosi dan gaya bahasa yang baik.
Intuisi diperlukan oleh sejarawan saat memilih topik hingga merangkai seluruh
fakta menjadi sebuah kisah. Imajinatif sejarawan digunakan untuk menyususun
fakta-fakta sejarah yang berhasil ditemukan agar menjadi utuh dan bulat
sehingga mudah dipahami. Konstruksi atau gambaran sejarawan tentang sebuah
peristiwa jelas tidak bisa sama persis dengan peristiwa yang sebenarnya
sehingga sejarawan membutuhkan imajinatif untuk merangkai fakata-fakta sejarah
yang sudah tersedia. Oleh Karena itu, sejarawan memiliki emosi untuk menyatukan
perasaan dengan objeknya agar para pembaca seolah-olah terlibat langsung dengan
suatu peristiwa sejarah. Akhirnya, seluruh pengisahan sejarah harus didukung
dengan penggunaan gaya bahasa yang lugas dan hidup.[4]
Sejarawan
memerlukan intuisi atau ilham, yaitu pemahaman langsung dan insting selama masa
penelitian berlangsung. Seringkali dalam rangka memilih suatu penjelasan
sejarawan juga memerlukan intuisi. Dalam hal ini cara kerja sejarawan sama
dengan cara kerja seorang seniman. Walaupun demikian dalam menuliskan hasil
karyanya sejarawan harus tetap berpijak kepada bukti dan data yang ada. Seorang sejarawan
harus dapat berimajinasi membayangkan apa yang sebenarnya terjadi pada
masa lampau. Misalnya dalam menuliskan cerita tentang perang Padri, ia harus
dapat membayangkan bagaimana keadaan alam daerah Minangkabau, kehidupan
masyarakatnya, adat istiadatnya sehingga dapat memahami mengapa didaerah
tersebut kemudian timbul perang saudara.
Dalam
menulis sejarah, sejarawan dituntut untuk membawa si pembaca seolah-olah hadir
dan menyaksikan sendiri peristiwa sejarah. Dalam hal ini sejarawan haruslah
mempunyai emosi yang tinggi untuk menyatukan perasaan dengan objeknya. Sifat
ini sangat penting untuk mewariskan nilai-nilai perjuangan. Penggunaan gaya bahasa juga diperlukan dalam
penulisan sejarah. Gaya bahasa yang baik, bukan berarti yang berbunga-bunga.
Terkadang bahasa yang lugas lebih menarik. Dalam tulisan sejarah, deskripsi itu
seperti melukis naturalistis. Hal yang diperlukan adalah kemampuan untuk
menuliskan detil. Seni satra dapat menyumbangkan karakteristik pada
tulisan sejarah. Sejarawan harus bisa
menggambarkan watak manusia dalam descripsinya. Plot atau alur cerita
diperlukan juga dalam sejarah.
Kisah yang berangkai, dari pendahuluan,
inti cerita dan penutup akan memberi nyawa pada kisah sejarah.
C. Hubungan Ilmu Sejarah dengan Ilmu-Ilmu Sosial Lainnya
1. Hubungan Sejarah dengan Sosiologi
Hal ini lebih tampak
lagi dengan cepatnya perubahan sosial jelas menarik perhatian bukan saja
sejarahwan tetapi juga sosiologiawan. Sebab para sosiolog yang menganalisis
berbagai persyaratan pembangunan pertanian dan industri di negara-negara yang
disebut negara berkembang memperoleh kesan yang mereka kaji dengan perubahan
dari waktu ke waktu, dengan kata lain sejarah.
Terdapat tiga tokoh
besar ahli yang sangat mengagumi sejarah, yaitu Pareto, Durkheim, dan Weber,
mereka menguasai sejarah dengan amat baik. Emil Durkheim yang dikenal sebagai
salah satu tokoh pendiri sosiologi sebagai ilmu, iaa melakukan pembedaan antara
sosiologi, sejarah, filsafat, dan psikologi. Dia merasa perlu belajar kepada
Fustel de Coulanges. Bahkan salah satu bukunya itu dipersembahkan untuk
Coulanges, ia pun menulis sejarah monograf sejarah pendidikan Perancis.
Sedangkan tentang Max Weber, sosiolog yang memiliki wawasan luas tentang
sejarah, sebelum melakukan studi untuk bukunya The Protestan Ethic and Spirit of Capitalsm (1904-1905), sebelumnya
ia menulis tentang perniagaan abad pertengahan serta paertanian zaman Romawi
kuno. Perkembangan akhir-akhir ini banyak sekali karya sosiologiwan diterbitkan
yang berupa studi sosiologis mengenai gejala social atau sociofact dimasa lampau, seperti Pemberontakan Petani karya Tilli, Perubahan Sosial masa Revolusi Industri di Inggris oleh Smelzer.
Karakteristik dari historical sociology
tersebut bahwa studi sosiologis mengenai suatu kejadian atau gejala di masa
lampau yang dilakukan oleh para sosiologiwan.
2. Hubungan
Sejarah dengan Antropologi
Hubungan ini dapat dillihat karena
kedua disiplin ini memiliki persamaan yang menempatkan manusia sebagai subjek
dan objek kajiannya, lazimnya mencakup berbagai dimensi kehidupan. Dengan
demikian, disamping memiliki titik perbedaan, kedua disiplin itu pun memiliki
persamaan. Bila sejarah membatasi diri pada penggambaran suatu peristiwa sebagai
proses dimasa lampau dalam bentuk cerita secara einmalig‘sekali terjadi’, hal ini tidak termasuk bidang kajian
antropologi. Namun jika suatu penggambaran sejarah menampilkan suatu masyarakat
di masa lampau dengan berbagai aspek kehidupan, termasuk ekonomi, politik,
religi, dan keseniannya maka gambaran tersebut mencakup unsur-unsur kebudayaan
masyarakat. Dalam hal itu ada persamaan bahkan tumpang-tindih antara sejarah
dan antropologi (Kartodirdjo, 1992: 153).
3. Hubungan
Antropologi Budaya dengan Sejarah
sebagai sesuatu yang aktif, bukan
pasif. Hal
ini dapat dipahami, mengingat ada dua hal yang penting, pertama, makna kebudayaan
telah semakin meluas karena semakin luasnya perhatian para sejarawan,
sosiologiawan, mengkritisi sastra, dan lain-lain. Perhatian semakin dicurakan
kepada kebudayaan populer, yakni sikap-sikap dan nilai-nila masyarakat awam
serta pengungkapannya ke dalamkesenian rakyat, lagu-lagu rakyat, cerita rakyat,
festival rakyat, dan lain-lain. Kedua, mengingat semakin luasnya makna
kebudayaan semakin meningkat pula kecenderungan untuk menganggap kebudayaan
4. Hubungan
Sejarah dengan Psikologi
Dalam cerita sejarah, aktor atau
pelaku sejarah senantiasa mendapat sorotan yang tajam, baik sebagai individu
maupun sebagai kelompok. Sebagai aktor individu, tidak lepas dari peranan
faktor-faktor internal yang bersifat psikologis, seperti motivasi, minat,
konsep diri,dan sebagainya yang selalu berinteraksi dengan faktor-faktor
eksternal yang bersifat sosiologis, seperti lingkungan keluarga, sosial budaya,
dan sebagainya. Dalam aktor yang bersifat kelompok menunjukkan aktivitas
kolektif, yaitu suatu gejala yang menjadi objek khusus psikologi sosial.
5. Hubungan Sejarah dengan Geografi
Hubungan ini dapat dilihat dari
suatu aksioma bahwa setiap peristiwa sejarah senantiasa memiliki lingkup
temporal dan spasial ( waktu dan ruang ), dimana keduanya merupakan faktor yang
membatasi fenomena sejarah tertentu sebagai unit (kesatuan), apakah itu perang, riwayat hidup, kerajaan, dan
lain sebagainya. Mengenai kedekatan ilmu geografi dan sejarah tersebut, ibarat
sekutu lama sejak zaman geografiawan dan sejarawan Yunani kuno Herodotus. Menurutnya
sejarah dan geografi sudah demikian terkait, ibarat terkaitnya pelaku, waktu,
dan ruang secara terpadu. Peranan spasial dalam geografi distrukturasi
berdasarkan fungsi-fungsi yang dijalankan menurut tujuan dan kepentingan
manusia selaku pemakai.
6. Hubungan
Sejarah dengan Ilmu Ekonomi
Mulai abad ke-20 sejarah ekonomi
dalam berbagai aspeknya pun semakin menonjol, terutama setelah modernisasi, di
mana hampir setiap bangsa di dunia lebih memfokuskan pembangunan ekonomi. Oleh
karena itu proses industrialisasi beserta transformasi sosial yang mengikutinya
menuntut pengkajian pertumbuhan ekonomi dari sistem produksi agraris ke sistem
produksi industrial. Terbentunya jaringan navigasi atau transportasi
perdagangan disatu pihak dan pihak lain, serta jaringan daerah industri dan
bahan mentah mengakibatkan munculnya suatu sistem global ekonomi. Lahirnya
sistem global ekonomi tersebut memiliki implikasi yang sangat luas dan mendalam,
tidak hanya pada bidang ekonomi saja,
tapi erat hubungannya dengan bidang
lain, misalnya bidang politik.
[1] Dadang Supardan, PENGANTAR ILMU SOSIAL: Sebuah Kajian Pendekatan Struktural, (Jakarta:
PT Bumi Aksara.2008) h.287
[2] http://denabez.blogspot.com/2012/08/pengertian-sejarah-secara-etimologi-dan.html di
akses pada Selasa, 22 Oktober 2013 jam
10.10
[3] http://akrabsenada.blogspot.com/2013/04/ruang-lingkup-sejarah_14.html di
akses pada Selasa, 22 Oktober 2013 jam
10.10
[4]
http://sejarawan.wordpress.com/2012/09/24/pengertian-dan-ruang-lingkup-sejarah-2/
SEJARAH
MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Matakuliah : Konsep Dasar IPS
Dosen Pengampu : Zulaikha, M.Ag, M.Pd
Disusun oleh :
1.
Fauzia Azmatussulkha (123911121)
2.
Ratna Surya Rahayu (123911091)
3.
Siti Khoirunnisa’ (123911014)
4.
M. Abu Na’im (123911000)
5.
Novi Arifatul M (123911079)
FAKULTAS ILMU
TARBIYAH DAN KEGURUAN
INSTITUT AGAMA
ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
TAHUN 2013
I.
PENDAHULUAN
Pada dasarnya
sejarah adalah ilmu pengetahuan dari subjek yang definit yang disyaratkan oleh
metode yang bebas dan teratur dan diatur dalam ketentuan yang dapat diterima.
Selanjutnya, sejarah dapat diberi definisi yang membedakan dengan batasan ilmu
sosial dan ilmu lain.
Dalam arti umum sejarah adalah kenyataan masa
lampau (history is past actuality). Sejarawan Jerman, Leopold von Ranke,
mengatakan bahwa tugas sejarawan adalah “ hanya menunjukan bagaimana
sesungguhnya terjadi ( wie es eigenlich gewesen”). Itu mengekpresikan
objek material sejarah. Sejarah adalah studi tentang manusia, atau orang di
masyarakat, untuk manusia adalah hakikat sosial dan kehidupan dimasyarakat.
II.
RUMUSAN MASALAH
A.
Apa pengertian sejarah dan fungsi sejarah?
B.
Apa saja ruang lingkup sejarah?
C.
Apa hubungan sejarah dengan ilmu-ilmu sosial lainnya?
D.
Bagaimana implementasi sejarah pada masyarakat?
III.
PEMBAHASAN
A.
Pengertian sejarah
Secara
etimologi sejarah berasal dari bahasa Arab, yakni شجرة
syajaratun (dibaca syajarah) yang memiliki arti pohon kayu. Pengertian
pohon disini adalah adanya suatu kejadian, perkembangan atau pertumbuhan
tentang sesuatu hal (peristiwa) dalam suatu kesinambungan (kontinuitas).
Dalam bahasa Yunani, sejarah sering disebut juga historia (dibaca istoria)
atau yang dalam bahasa Inggris disebut history yang mempunyai arti belajar dengan cara
bertanya-tanya. Kata historia diartikan
sebagai telaahan mengenai gejala-gejala (terutama hal ihwal manusia) dalam
urutan kronologis. Setelah menelusuri arti sejarah yang dikaitkan dengan arti syajaratun
dan dihubungkan pula dengan kata history, yang bersumber dari kata historia
(bahasa Yunani Kuno) dapat disimpulkan bahwa arti kata sejarah sendiri sekarang
ini memiliki makna sebagai cerita, atau kejadian yang benar-benar telah terjadi
pada masa lampau.[1] Pendapat dari beberapa tokoh dapat
disimpulkan bahwa sejarah adalah
suatu ilmu pengetahuan yang mempelajari segala peristiwa atau kejadian yang
telah terjadi pada masa lampau dalam kehidupan umat manusia. Dalam kehidupan
manusia, peristiwa sejarah merupakan suatu peristiwa yang abadi (tidak
berubah-ubah), unik (hanya terjadi satu kali), dan penting ( mempunyai arti dalam menentukan kehidupan orang
banyak). [2]
Secara rinci dan sistematis, Notosusanto (1979:
4-10) mengidentifikasi empat jenis kegunaan sejarah, yakni fungsi edukasi,
fungsi inspiratif, fungsi instruktif, dan fungsi rekreasi.
1. Fungsi Edukatif
Artinya bahwa
sejarah membawa dan mengajarkan kebijaksanaan ataupun kearifan. Sejarah kita
jadikan sebagai pelajaran, meniru yang baik dan meninggalkan yang buruk. Meniru
keberhasilan para orang-orang terdahulu dan menjadikan kegagalan mereka sebagai
cambuk agar kita lebih baik lagi ke depannya, Hal itu dikemukakan oleh John
Seeley yang mempertautkan masa lampau dan masa sekarang, we study history, so that we may be wise before the event
2. Fungsi Inspiratif
Artinya dengan mempelajari sejarah dapat memberikan inspirasi atau
ilham. Sebagai contoh, melalui sejarah perjuangan bangsa, kita dapat terilhami
untuk meniru dan bila perlu “menciptakan” peristiwa serupa yang lebih besar dan
paling tidak belajar sejarah dapat memperkuat I’esprit de corps spirit dan moral. Dengan mempelajari sejarah akan dapat mengembangkan
inspiratif, imajinatif dan kreativitas generasi yang hidup
sekarang dalam rangka hidup berbangsa dan bernegara. Fungsi inspiratif juga
dapat dikaitkan dengan pendidikan moral. Sebab setelah belajar sejarah
seseorang dapat mengembangkan inspirasi dan berdasarkan keyakinannya dalam
menerima atau menolak nila yang terkandung dalam suatu peristiwa sejarah.
3. Fungsi Instruktif
Maksud
fungsi intruktif adalah sejarah sebagai alat bantu dalam proses suatu
pembelajaran. Sejarah berperan sebagai upaya penyampaian pengetahuan dan
ketrampilan kepada orang lain.
4. Fungsi Rekreatif
Artinya belajar
sejarah dapat memberikan rasa kesenangan maupun keindahan. Seorang belajar sejarah
dapat terpesona oleh kisah sejarah yang mengagumkan atau menarik perhatian
pembaca, baik berupa roman maupun cerita-cerita lainnya. Dengan mempelajari
berbagai peristiwa menarik di berbagai tempat, negara, dan bangsa, kita ibarat
berwisata ke berbagai negara di dunia.
B.
Ruang Lingkup Sejarah
Ada
beberapa pemahaman mengenai ruang lingkup sejarah yang di definisikan oleh para
ahli, antara lain :
1.
Sejarah Sebagai Peristiwa
Adalah sesuatu yang terjadi pada masyarakat manusia pada masa
lampau. Pengertian masyarakat manusia dan masa lampau adalah sesuatu yang
penting dalam definisi sejarah. Sebab kejadian yang tidak memiliki hubungan
dengan kehidupan masyarakat manusia (dalam pengertian disini) bukanlah
merupakan suatu peristiwa sejarah. Sebaliknya, peristiwa yang terjadi pada
waktu sekarang bukanlah sejarah, karena itu konsep siapa yang menjadi subjek
dan objek sejarah serta konsep waktu, keduanya menjadi penting. Sejarah sebagai peristiwa berarti suatu kejadian
dimasa lampau yang sudah terjadi dan sekali jadi serta tidak bisa diulang.
Pengertian
sejarah sebagai peristiwa sebenarnya memiliki makna yang sangat luas dan
beraneka ragam. Keluasan dan keanekaragaman tersebut sama dengan luas dan
kompleksitas kehidupan manusia. Beberapa aspek kehidupan kita seperti aspek
sosial, budaya, ekonomi, pendidikan, politik, kesehatan, agama, keamanan dan
sebagainya, semuanya terjalin dalam peristiwa sejarah. Para ahli mengelompokkan
sejarah dalam beberapa tema (pembagian sejarah secara
tematis): seperti sejarah
sosial, sejarah politik, sejarah kebudayaan, sejarah perekonomian, sejarah
agama, sejarah pendidikan, sejarah kesehatan, sejarah intelektual dan
sebagainya.
Selain
pembagian sejarah berdasarkan tema (tematis), dikenal pula pembagian sejarah
berdasarkan periode waktu. Dalam pembagian sejarah berdasarkan periodisasi
tersebut, kita dapat mengambil contoh (untuk sejarah Indonesia), yaitu sejarah
prasejarah, zaman pengaruh Hindhu-Budha, zaman pengaruh islam, zaman kekuasaan
Belanda dan lain-lain. Disamping itu, berdasarkan unsur ruang, kita mengenal
pembagian sejarah secara regional atau kewilayahan. Contohnya sejarah Eropa,
sejarah Asia, sejarah Timur Tengah dan lain-lain. Dalam sejarah regional dapat
menyangkut sejarah dunia, tetapi ruang lingkupnya lebih terbatas oleh persamaan
karakteristik, baik fisik maupun sosial budayanya. Sejarah sebagai peristiwa
seringkali juga disebut sebagai sejarah kenyataan dan sejarah serba objektif.
Artinya peristiwa-peristiwa tersebut benar-benar terjadi dan didukung oleh
bukti-bukti yang menguatkan, seperti berupa saksi mata yang dijadikan
sumber-sumber sejarah, peninggalan-peninggalan dan catatan-catatan. Selain itu
dapat pula peristiwa itu diketahui dari sumber-sumber yang bersifat lisan yang
disampaikan dari mulut ke mulut.
2.
Sejarah Sebagai Ilmu
Sejarah sebagai ilmu merupakan suatu proses
rekonstruksi dengan menggunakan metode sejarah. Sejarah sebagai ilmu sudah
tentu memiliki objek, tujuan, dan metode. Sejarah dikatakan sebagai ilmu apabila sejarah
memiliki syarat-syarat dari suatu ilmu. Adapun syarat-syarat ilmu adalah :
a. Ada masalah yang menjadi objek.
b. Ada metode.
c. Tersusun secara sistematis.
d. Menggunakan pemikiran yang rasional.
e. Kebenarannya bersifat objektif.
Sebuah pengetahuan dapat disusun secara sistematis
dengan cara menggunakan metode yang dimilikinya. Secara sederhana, metode dapat
diartikan sebagai langkah-langkah yang harus ditempuh untuk menjelaskan objek
yang dikajinya. Setiap ilmu pengetahuan memiliki objeknya. Objek
sejarah adalah manusia, sehingga sejarah dimasukkan kedalam kelompok ilmu
humaniora. Hasil dari penjelasan terhadap objek yang ditelitinya akan
melahirkan rumusan-rumusan kebenaran yang disebut teori. Rumusan kebenaran
dalam sejarah bersifat unik, tidak umum atau universal. Unik dalam pengertian
bahwa kebenaran sejarah hanya berlaku pada situasi atau tempat tertentu saja,
belum tentu berlaku pada situasi atau tempat yang lainnya. Revolusi dan
pemberontakan sering kali terjadi dalam sejarah Indonesia. Akan tetapi, penyebabnya
merupakan hal yang unik, selalu berbeda.
Ciri umum kebenaran ilmu pengetahuan, yaitu
bersifat rasional, empiris, dan sementara. Rasional artinya kebenaran itu
ukurannya akal. Sesuatu dianggap benar
menurut ilmu apabila masuk akal. Sebagai
contoh, kita mengenal adanya candi Borobudur yang megah. Secara akal
dapat dijelaskan bahwa pembangunannya dilakukan oleh manusia biasa dengan
menggunakan teknik teknik tertentu sehingga terciptalah sebuah bangunan.
Janganlah kita menjelaskan bahwa Borobudur itu dibangun dengan menggunakan kekuatan-kekuatan diluar kemampuan manusia,
misalnya jin, sihir dan jenis-jenis makhluk lainnya.
Bersifat
empiris maksudnya bahwa sejarah melakukan kajian atas peristiwa yang
benar-benar terjadi dimasa silam peristiwa itu akan didokumentasikan dan
menjadi bahan penelitian para sejarawan untuk menemukan fakta. Fakta-fakta ini
kemudian diinterpretasikan sehingga timbul tulisan sejarah. Jika kita bercerita
tentang terjadinya perang, maka perang itu benar-benar pernah terjadi berdasarkan
bukti-bukti peninggalan yang ditemukan. Atau kemungkinan masih adanya saksi
hidup yang masih ada.
Sedangkan bersifat sementara maksudnya adalah bahwa
dalam ilmu pengetahuan, kebenaran yang dihasilkan sifatnya tidak mutlak. Tidak
seperti halnya kebenaran dalam agama yang bersifat mutlak. Kebenaran ilmu
pengetahuan bersifat sementara, artinya dapat dibantah apabila ditemukan
teori-teori baru. Dalam sejarah, kebenaran sementara ini dapat dalam bentuk
perbedaan penafsiran terhadap suatu peristiwa. Perbedaan ini dapat diterima
selama didukung oleh bukti yang kuat. Sifatnya yang sementara inilah yang
membuat ilmu itu berkembang terus.[3]
3.
Sejarah Sebagai Cerita / Kisah
Sejarah merupakan hasil rekonstruksi sejarawan terhadap sejarah sebaga
peristiwa berdasarkan fakta-fakta sejarah yang dimilikinya. Sejarah sebagai
cerita merupakan sesuatu karya yang dipengaruhi oleh subjektivitas sejarawan.
Sebagai contoh tentang biografi Diponegoro. Jika ditulis oleh sejarawan Belanda
yang pro-pemerintah kolonial maka Diponegoro dalam pikiran dan pendapat
sejarawan tersebut dipandang sebagai pemberontak bahkan penghianat. Sebaliknya,
jika biografi itu ditulis oleh seorang sejarawan yang pro-perjuangan bangsa
Indonesia, sudah dapat diduga bahwa Diponegoro adalah pahlawan bangsa
Indonesia. Itulah yang disebut sejarah bersifat subjektif, yang artinya memuat
unsur-unsur dari subjek, si penulis/sejarawan sebagai subjek turut serta
memengaruhi atau member “warna” atau “rasa” sesuai dengan kacamata yang
digunakannya. Oleh karena itu tidak heran jika sejarah sering disebut “sejarah
serba subjektif”.
4.
Sejarah Sebagai Seni
Sejarawan tidak bisa sembarangan menghadirkan peristiwa sejarah sebagai
kisah sejarah. Kisah sejarawan akan memiliki daya tarik tersendiri apabila
sejarawan memiliki intuisi, imajinatif, emosi dan gaya bahasa yang baik.
Intuisi diperlukan oleh sejarawan saat memilih topik hingga merangkai seluruh
fakta menjadi sebuah kisah. Imajinatif sejarawan digunakan untuk menyususun
fakta-fakta sejarah yang berhasil ditemukan agar menjadi utuh dan bulat
sehingga mudah dipahami. Konstruksi atau gambaran sejarawan tentang sebuah
peristiwa jelas tidak bisa sama persis dengan peristiwa yang sebenarnya
sehingga sejarawan membutuhkan imajinatif untuk merangkai fakata-fakta sejarah
yang sudah tersedia. Oleh Karena itu, sejarawan memiliki emosi untuk menyatukan
perasaan dengan objeknya agar para pembaca seolah-olah terlibat langsung dengan
suatu peristiwa sejarah. Akhirnya, seluruh pengisahan sejarah harus didukung
dengan penggunaan gaya bahasa yang lugas dan hidup.[4]
Sejarawan
memerlukan intuisi atau ilham, yaitu pemahaman langsung dan insting selama masa
penelitian berlangsung. Seringkali dalam rangka memilih suatu penjelasan
sejarawan juga memerlukan intuisi. Dalam hal ini cara kerja sejarawan sama
dengan cara kerja seorang seniman. Walaupun demikian dalam menuliskan hasil
karyanya sejarawan harus tetap berpijak kepada bukti dan data yang ada. Seorang sejarawan
harus dapat berimajinasi membayangkan apa yang sebenarnya terjadi pada
masa lampau. Misalnya dalam menuliskan cerita tentang perang Padri, ia harus
dapat membayangkan bagaimana keadaan alam daerah Minangkabau, kehidupan
masyarakatnya, adat istiadatnya sehingga dapat memahami mengapa didaerah
tersebut kemudian timbul perang saudara.
Dalam
menulis sejarah, sejarawan dituntut untuk membawa si pembaca seolah-olah hadir
dan menyaksikan sendiri peristiwa sejarah. Dalam hal ini sejarawan haruslah
mempunyai emosi yang tinggi untuk menyatukan perasaan dengan objeknya. Sifat
ini sangat penting untuk mewariskan nilai-nilai perjuangan. Penggunaan gaya bahasa juga diperlukan dalam
penulisan sejarah. Gaya bahasa yang baik, bukan berarti yang berbunga-bunga.
Terkadang bahasa yang lugas lebih menarik. Dalam tulisan sejarah, deskripsi itu
seperti melukis naturalistis. Hal yang diperlukan adalah kemampuan untuk
menuliskan detil. Seni satra dapat menyumbangkan karakteristik pada
tulisan sejarah. Sejarawan harus bisa
menggambarkan watak manusia dalam descripsinya. Plot atau alur cerita
diperlukan juga dalam sejarah.
Kisah yang berangkai, dari pendahuluan,
inti cerita dan penutup akan memberi nyawa pada kisah sejarah.
C. Hubungan Ilmu Sejarah dengan Ilmu-Ilmu Sosial Lainnya
1. Hubungan Sejarah dengan Sosiologi
Hal ini lebih tampak
lagi dengan cepatnya perubahan sosial jelas menarik perhatian bukan saja
sejarahwan tetapi juga sosiologiawan. Sebab para sosiolog yang menganalisis
berbagai persyaratan pembangunan pertanian dan industri di negara-negara yang
disebut negara berkembang memperoleh kesan yang mereka kaji dengan perubahan
dari waktu ke waktu, dengan kata lain sejarah.
Terdapat tiga tokoh
besar ahli yang sangat mengagumi sejarah, yaitu Pareto, Durkheim, dan Weber,
mereka menguasai sejarah dengan amat baik. Emil Durkheim yang dikenal sebagai
salah satu tokoh pendiri sosiologi sebagai ilmu, iaa melakukan pembedaan antara
sosiologi, sejarah, filsafat, dan psikologi. Dia merasa perlu belajar kepada
Fustel de Coulanges. Bahkan salah satu bukunya itu dipersembahkan untuk
Coulanges, ia pun menulis sejarah monograf sejarah pendidikan Perancis.
Sedangkan tentang Max Weber, sosiolog yang memiliki wawasan luas tentang
sejarah, sebelum melakukan studi untuk bukunya The Protestan Ethic and Spirit of Capitalsm (1904-1905), sebelumnya
ia menulis tentang perniagaan abad pertengahan serta paertanian zaman Romawi
kuno. Perkembangan akhir-akhir ini banyak sekali karya sosiologiwan diterbitkan
yang berupa studi sosiologis mengenai gejala social atau sociofact dimasa lampau, seperti Pemberontakan Petani karya Tilli, Perubahan Sosial masa Revolusi Industri di Inggris oleh Smelzer.
Karakteristik dari historical sociology
tersebut bahwa studi sosiologis mengenai suatu kejadian atau gejala di masa
lampau yang dilakukan oleh para sosiologiwan.
2. Hubungan
Sejarah dengan Antropologi
Hubungan ini dapat dillihat karena
kedua disiplin ini memiliki persamaan yang menempatkan manusia sebagai subjek
dan objek kajiannya, lazimnya mencakup berbagai dimensi kehidupan. Dengan
demikian, disamping memiliki titik perbedaan, kedua disiplin itu pun memiliki
persamaan. Bila sejarah membatasi diri pada penggambaran suatu peristiwa sebagai
proses dimasa lampau dalam bentuk cerita secara einmalig‘sekali terjadi’, hal ini tidak termasuk bidang kajian
antropologi. Namun jika suatu penggambaran sejarah menampilkan suatu masyarakat
di masa lampau dengan berbagai aspek kehidupan, termasuk ekonomi, politik,
religi, dan keseniannya maka gambaran tersebut mencakup unsur-unsur kebudayaan
masyarakat. Dalam hal itu ada persamaan bahkan tumpang-tindih antara sejarah
dan antropologi (Kartodirdjo, 1992: 153).
3. Hubungan
Antropologi Budaya dengan Sejarah
sebagai sesuatu yang aktif, bukan
pasif. Hal
ini dapat dipahami, mengingat ada dua hal yang penting, pertama, makna kebudayaan
telah semakin meluas karena semakin luasnya perhatian para sejarawan,
sosiologiawan, mengkritisi sastra, dan lain-lain. Perhatian semakin dicurakan
kepada kebudayaan populer, yakni sikap-sikap dan nilai-nila masyarakat awam
serta pengungkapannya ke dalamkesenian rakyat, lagu-lagu rakyat, cerita rakyat,
festival rakyat, dan lain-lain. Kedua, mengingat semakin luasnya makna
kebudayaan semakin meningkat pula kecenderungan untuk menganggap kebudayaan
4. Hubungan
Sejarah dengan Psikologi
Dalam cerita sejarah, aktor atau
pelaku sejarah senantiasa mendapat sorotan yang tajam, baik sebagai individu
maupun sebagai kelompok. Sebagai aktor individu, tidak lepas dari peranan
faktor-faktor internal yang bersifat psikologis, seperti motivasi, minat,
konsep diri,dan sebagainya yang selalu berinteraksi dengan faktor-faktor
eksternal yang bersifat sosiologis, seperti lingkungan keluarga, sosial budaya,
dan sebagainya. Dalam aktor yang bersifat kelompok menunjukkan aktivitas
kolektif, yaitu suatu gejala yang menjadi objek khusus psikologi sosial.
5. Hubungan Sejarah dengan Geografi
Hubungan ini dapat dilihat dari
suatu aksioma bahwa setiap peristiwa sejarah senantiasa memiliki lingkup
temporal dan spasial ( waktu dan ruang ), dimana keduanya merupakan faktor yang
membatasi fenomena sejarah tertentu sebagai unit (kesatuan), apakah itu perang, riwayat hidup, kerajaan, dan
lain sebagainya. Mengenai kedekatan ilmu geografi dan sejarah tersebut, ibarat
sekutu lama sejak zaman geografiawan dan sejarawan Yunani kuno Herodotus. Menurutnya
sejarah dan geografi sudah demikian terkait, ibarat terkaitnya pelaku, waktu,
dan ruang secara terpadu. Peranan spasial dalam geografi distrukturasi
berdasarkan fungsi-fungsi yang dijalankan menurut tujuan dan kepentingan
manusia selaku pemakai.
6. Hubungan
Sejarah dengan Ilmu Ekonomi
Mulai abad ke-20 sejarah ekonomi
dalam berbagai aspeknya pun semakin menonjol, terutama setelah modernisasi, di
mana hampir setiap bangsa di dunia lebih memfokuskan pembangunan ekonomi. Oleh
karena itu proses industrialisasi beserta transformasi sosial yang mengikutinya
menuntut pengkajian pertumbuhan ekonomi dari sistem produksi agraris ke sistem
produksi industrial. Terbentunya jaringan navigasi atau transportasi
perdagangan disatu pihak dan pihak lain, serta jaringan daerah industri dan
bahan mentah mengakibatkan munculnya suatu sistem global ekonomi. Lahirnya
sistem global ekonomi tersebut memiliki implikasi yang sangat luas dan mendalam,
tidak hanya pada bidang ekonomi saja,
tapi erat hubungannya dengan bidang
lain, misalnya bidang politik.
[1] Dadang Supardan, PENGANTAR ILMU SOSIAL: Sebuah Kajian Pendekatan Struktural, (Jakarta:
PT Bumi Aksara.2008) h.287
[2] http://denabez.blogspot.com/2012/08/pengertian-sejarah-secara-etimologi-dan.html di
akses pada Selasa, 22 Oktober 2013 jam
10.10
[3] http://akrabsenada.blogspot.com/2013/04/ruang-lingkup-sejarah_14.html di
akses pada Selasa, 22 Oktober 2013 jam
10.10
[4]
http://sejarawan.wordpress.com/2012/09/24/pengertian-dan-ruang-lingkup-sejarah-2/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar