Rabu, 05 Juni 2013

review psi



REVIEW BUKU STUDI ISLAM KONTEMPORER
Oleh : Siti Khoirunnisa’
Judul               : Studi Islam Kontemporer
Penulis             : M.Rikza Chamami, M SI                   
Penerbit           : Pustaka Rizki Putra (Semarang)
Cetakan           : Cetakan pertama
Tahun terbit     : Desember 2012
Tebal buku       : 228 halaman +xii


BAB I
PASANG SURUT KEBANGKITAN KEBUDAYAAN DAN KEILMUAN: POTRET DISINTEGRASI ABBASIYAH
Dinasti abbasiyah berpusat di Baghdad sementara Umayyah di Damaskus) memiliki karakter kebijakan yang dihasilkan dengan mendapatkan stempel agama. Dinasti ini didirikan oleh keturunan al-Abbas paman Nabi Muhammad, Abdullah Al-Shaffah bin Muhammad bn Ali bin Abdullah bin Abbas. Dinasti Abbasiyah berkuasa dalam rentang waktu yang sangat panjang, sekitar 508 tahun (750 M/132 H-1258 M/656 H)
Perjalanan dinasti Abbasiyah sejak berdiri hingga berakhir dengan adanya disintegrasi memang sudah tercatat sebagai sejarah islam yang cukup fantastis. Perkembangan dinasti Abbasiyah dapat diklasifikasikan menjadi tiga periode: pertama,periode perkembangan da puncak kejayaan(750-950 M).Kedua, periode disintegrasi (950-1050 M) yang ditandai dengan upaya wilayah-wilayah melepaskan diri dan meminta otonomisasai, serta berkuasanya dinasti Bani Buwaihi dari Persia kedalam pemerintahan khalifah di Baghdad. Dan ketiga, periode kemunduran dan kehancuran (1050-1250).
Berdasarkan perubahan pola pemerintahan dan politik itu, para sejarawan biasanya membagi masa pemerintahan Bani Abbasiyah menjadi lima periode:
1.      Periode pertama (132-232/750-847), disebut periode pengaruh Persia pertama
2.      Periode kedua (232-334/847-945), disebut masa pengaruh Persia pertama
3.      Periode ketiga (334-447/945-1005), masa ekuasaan Dinasti Buwaih dalam pemerintahan khilafah Abbasiyah. Periode ini disebut juga masa pengaruh Persia kedua
4.      Periode keempat (447-590/1005-1194), masa kekuasaan Dinasti Bani Saljuk dalam perintahan khilafah Abbasiyah, biasanya disebut masa pengaruh ersia kedua
5.      Priode kelima (590-5651194-1258), masa khalifah bebas dari pengaruh dinasti lain, tetapi kekuasaanya hanya efektif d sekitar kota Baghdad
Perang salib yang berlangsung pada 1095-1291 merupakan perang kekuatan politik Eropa yang mengatasnamakan umat Kristiani melawan kekuatan politik umat islam di Tmur. Dan ini juga turut memicu terjadinya disintegrasi daulah Abbasiyah.          
Kebangkitan ilmiyah dizaman bani Abbasiyah terbagidi dalam tiga lapangan:
1.      Kegiatan menyusun buku-buku ilmiah
Kegiatan menyusun buku-buku berjalan menurut tiga tingkat yang masing-masing mempunyai keistimewaan sendiri, pertama adalah tingkat yang paling mudah dan rendah. Peringkat kedua yaitu tingkat pertengahan. Peringkat ketiga ang paling tinggi ialah tingkat penyusunan yang merupakan lebh halus dari pada kerja pembukuan,karena ditingkat ini segala yang suda dicatat diatur dan disusun dalam bagian-bagian dan bab-bab tertentu serta berbeda satu sama lain. Tingkat ini telah dicapai oleh kaum muslimin di zaman pemerintahan Abbasiyah pertama.
2.      Mengatur ilmu-ilmu islam
Ilmu- ilmu islam ialah ilmu-ilmu yang muncul ditengah-tengah suasana hidup keislaman Islam yang telah mengalami perubahan dan perkembangan besar di zaman pemerintahan Abbasiyah:
3.      Ilmu tafsir
4.      Ilmu fiqh
5.      Ilmu nahwu
6.      Ilmu sejarah
7.      Terjemahan dari bahasa asing

BAB II
KAJIAN KRITIS DIALEKTIKA FENOMENOLOGI DAN ISLAM

Islam sebagai agama yang diproduk oleh Tuhan tidak mungkin untuk diketahui eksistensi riilnya tanpa keberanian untuk mencarinya. Mencari otentitas Islam itulah dibutuhkan keberanian dengan pendekatan studi agama. Adapun salah satu pendekatan yang mampu membedah wujud Islam adalah dengan fenomenologi.
Secara etimologis fenomenologi berasal dari kata fenomen yang artinya gejala, yaitu suatu hal yang tidak nyata dan semu. Juga dapat diartikan sebagai ungkapan kejadian yang dapat diamati indera. Misalnya, penyakit flu gejalanya batuk dan pilek, dalam filsafat fenomenologi, arti diatas berbeda dengan apa yang dimaksud,yaitu bahwa suatu gejala tidak perlu harus diamati indera, karena gejala dapat dilihat secara batiniah, dan tidak berupa kejadian-kejadian. Jadi, apa kelihatan dalam dirinya seperti apa adanya.
Religius (keberagamaan) manusia pada umumnya bersifat universal, infinite (tidak terbatas) dan transhistoris, namun religiusitas yang mendalam-abstrak tidak dapat dipahami dan dinikmati manusia tanpa sepenuhya terlibat dalam bentuk religuisitas yang kongkrit, terbatas, historis dan terkurung dalam ruang dan waktu tertentu secara subyektif. Kedua dimensi tesebut mempunyai ubungan yang bersifat dialektis, yaitu saling mengisi, melengkapi, memperkokoh, memanfaatkan bahkan saling mengkritik dan mengontrol. Hubungan keduanya dapat diumpamakan seperti huungan antar pure sciences (ilmu-ilmu dasar) dan applied sciences (imu-ilmu terapan), atau hubungan antara religiosity dengan havi a religion. Kajian fenomenologis terhadap esensitas keberagaman manusia muncul karena adanya ketidakpuasan para agamawan terhadap kajian historis yang hanya mengkaji aspek-aspek normativitas agama dari kulit atau aspek eksternalnya saja, sedangkan aspek internalitas-kedalaman keberagaman kurang tersentuh.
Sebagai temuan dari kegiatan penelitian, penarikan kesimpulan tentang pelaksanaan ajaran yang sifatnya normative menjadi fenomena yang sifatnya empiris.

BAB III
FILSAFAT MATERIALISME KARL MARK DAN FRIEDRICK ENGELS
Filsafat seringkali disebut sebagai ilmu yang menyelidiki dan menentukan tujuan terakhir serta makna terdalam dari realita manusia. Sehingga filsafat tidak mungkin “berdiam diri” atau berhentidibelakang titik tertentu. Filsafat juga dikatakan sebagai ilmu seni. Apalagi perkembangna dewasa ini filsafat sudah mulai menjadi idola dalam mendukung proses berfikir dan berinteraksi dengan ilmu.
Materialisme muncul sebagai reaksi ketidaksepakatan terhadap positivisme dan idealisme. Materialisme dan positivism memang memiliki perbedaan. Positivisme membatasi diri pada fakta-fakta. Yang ditolaknya ialah tiap-tiap keterangan yang melampaui fakta-fakta. Karena alasa itulah dalam rangka positivisme tidak ada tempat untuk metafisika. Materialisme mengatakan bahwa realitas seluruhnya terdiri dari materi. Ia berarti bahwa tiap-tiap benda atau kejadian dapat dijabarkan kepada materi atau salah satu proses materiil. Kiranya sudah jelas bahwa materialisme mengakui kemungkinan metafisika.
Mark menganggap bahwa materi adalah hal yang paling utama, sementara pikiran-wilaya konsep dan ide yang begitu penting bagai para pemikir-sebenarnya hanya refleksi, seperti warna merah dalam sebuah apel, dari suatu dunia yang secara fundamental berhakikat materi.
Mark dan Engels adalah filsuf pemikiran yang menggagas materialism dialektis dan materialism historis yang berkiblat pada Hegel secara kritis dengan melakukan rekonstruksi.
BAB IV
SKEPTISISME OTENTITAS HADITS: KRITIK ORIENTALIS IGNAZ GOLDZIHER
Hadits sebagai bagian dari sumber agama islam yang disabdakan Nabi –adalah interpretasi dari al-Qur’an. Dalam tradisi hukum islam, hadits berarti: segala perkataan, perbuatan dan keizinan Nabi Muhammad saw.  Pengertian hadits sebagaimana tersebut diatas adalah identi dengan sunnah, yang secara etimologis berarti jalan atau tradisi, sebagaimana dalam al-Qur’an: “sunnata man qad arsalna” (al-Israa:77).
Ignaz goldziher adalah seorang orientalis ahli tafsir dan hadits yang berasal dari Hongaria berkebangsaan Jerman. Selain sebagai orientalis, dia juga sebagai kritikus hadits yang menyatakan bahwa hadits bukan murni pernyataan Nabi tapi hadits sebagian besar adalah hasil dari perkembangan politik dan kemasyarakatan abad I dan II Hijriyah. Pun demikian dia tidak semata-mata mementahkan sumber keislaman. Ia masih mengakui bahwa hadits sebagai sumber ajaran islam.    
Ignaz Goldziher masih meilah antara hadits dan sunnah. Dia mengatakan bahwa hadits bermakna suatu disiplin ilmu teoritis  dan sunnah adalah kopendium aturan-aturan praksis. Dia juga mengatakan bahwa kebiasaan-kebiasaan yang muncul  dalam ibaah dan hokum, yang diakui sebagai tata cara kaum Muslim pertama yang dipandang berwenang dan telah pula dipraktikkan dinamakan sunnah atau adat/kebiasaan keagamaan. 
BAB V                                     
TELAAH SOSIO-KULTURAL: MANHAJ AHLUL MADINAH
Hukum islam dianggap sebagai hokum yang sakral oleh orang-orang islam, yang mencakup tugas-tugas agama yang datang dari Allah dan diwajibkan terhadap semua orang islam dan semua aspek kehidupan mereka. Pada kenyataannya bahwa setiap muslim amat bergantung pada kemampuan para ulama dalam menggali dan menarik kesimpulan hokum-hukum islam dari sumbernya yang utama yaitu al-Qur’an dan Sunnah Nabi Muhammad SAW.
Apabila al-Qur’an atau al-Hadits shahih menerangkan suatu hokum yang disyari’atkan oleh Allah kepada ummat sebelum ummat islam, kemudian al-Qur’an atau al-Hadits menetapkan bahwa hokum tersebut diwajibkan pula kepada ummat islam sebagaimana diwajibkan kepada mereka, maka tidak diperselisihkan lagi bahwa hokum tersebut adalah syari’at bagi kita dan sebagai hokum yang harus kita ikuti. Misalnya kewajiban berpuasa. Kewajiban berpuasa ini telah diwajibkan kepada ummat-ummat yang dahulu. Kemudian setelah datang agama Islam diwajibkan bagi orang Islam.
Demikian juga apabila al-Qur’an atau al-Hadits shahih menerangkan suatu hokum yang disyari’atkan kepada ummat yang dahulu, kemudian datang dalil syara’ yang membatalkannya. Misalnya syari’at yang berlaku pada zaman Nabi Musa as. Bahwa seorang yang berbuat maksiat tidak akan diampuni dosanya kecuali bila ia membunuuh dirinya, dan pakaian yang kena najis tidak akan dapat disucikan kembali, sebelum dipotong bagian yang kena najis itu.
Manhaj ahlul madinah lahir dalam kondisi yang memberikan iklim kesejukan di dalam memahami hokum Allah. Hokum yang diterbitkan ahlul Madinah banyak berpijak bagaimana teks Allah itu berbicara. Pada dasarnya fiqh ahlul Madinah adalah fiqh yang berada dalam masa sahabat dimana disitu ada al-shahabah al-sab’ah, mereka adalah:
Sa’id bin Musayyab
Urwah bin Zubair
Abu Bakar bin Abdullah
Khorijah bin Zaid
Al-Qasim bin Muhammad
Sulaiman bin Yasar
Dua madzhab besar dalam hokum islam adalah ahlul hadits dan ahlul Ra’yi, yang pada akhirnya melahirkan madzhab syafi’I, madzhab maliki, madzhab Hambali, dan madzhab Hanafi. Ahlul Hadits adalah sekelompok orang yang Ahlul Hadits berorientasi pada Nash al-Qur’an dan as-Sunnah serta asar yaitu segala sesuatu yang diriwayatkan oleh sahabat dalam menetapkan hokum. Mereka menggunakan al-Qur’an, as-Sunnah, al-Jima’, dan al-Qiyas, ahlul hadits dalam istimbat hokum. Madzhab dari ahlul Hadits adalah madzhab Syafi’I, madzhab Maliki dan madzhab Hambali.

BAB VI
POSTMODERNISME: REALITAS FILSAFAT KONTEMPORER
                      Kehidupan modern yang serba positivistic dan serba terukur sebagai konsekuensi dari pendewaan akal pikir telah gagal mengatasi problem kehidupan, bahkan menimbulkan problem baru yang mengusik hati nurani umat manusia seperti dekadensi moral, dehumanisasi, perusakan lingkungan, dan peperangan. Kegagalan modernisme itu telah melahirkan gerakan postmodernisme yang mendekonstruksi pemikiran modernism. Gerakan postmodernisme telah merambah ke berbagai bidang kehidupan, termasuk seni, ilmu, filsafat, dan pendidikan.
              Postmodernisme oleh J.F.Lyotard dalam bukunya La Condition Postmoderne (1979), diartikan secara sederhana sebagai “incredulity towards metanarratives” (ketidakpercayaan terhadap matanarasi). Metanarasi yang dimaksud, misalnya: kebebasan, kemajuan, emansipasi kaum proletar, dan sebagainya. Lyotard adalah filosof yang memperkenalkan istilah postmodernism eke dalam bidang filsafat. Bagi dia, postmodernisme itu sepertinya adalah sebuah “intensifikasi dinamisme”, upaya tak henti-hentinya untuk mencari kebaruan, eksperimentasi, dan revolusi kehidupan terus. Dengan kata lain dalam bidang filsafat postmodernisme diartikan sebagai “segala bentuk refleksi kritis atas paradigm-paradigma modern dan atas metafisika pada umumnya.
Sejumlah ahli mendeskripsikan posmo sebagai menolak rasionalist yang digunakan oleh para fungsionalis, rasionalis, interpretif dan teori kritis. Posmo bukan menolak rasionalitas tetapi tidak membatasi pada standar termasuk yang divergen, horizontal, dan heterarkhik tetapi lebih menekankan pada pencarian rasionalitas aktif kreatif. Bukan mencari dan membuktikan kebenaran, melainkan mencari makna prespektif dan problematic; logika yang digunakan adalah logika unstandard menurut Borcherts (1996), logika discovery menurut Noeng Muhajir (1998), atau logika inquiry menurut Conrad (1993).
BAB VII
POTRET METODE DAN CORAK TAFSIR AL-AZHAR
Al-Qur’an adalah kalam Allah yang tiada tandingannya, diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, penutup para Nabi dan Rasul melalui perantara Malaikat Jibril. Al-Qur’an memperkenalkan dirinya dengan berbagai ciri dan sifat. Salah satu diantaranya adalah bahwa ia merupakan kitab yang keontentikannya dijamin oleh Allah.
  Hamka adalah seorang pemikir muslim progresif dan tokoh Muhammadiyah yeng rela berkorban dalam memperjuangkan Islam hingga dia dipenjara. Namun masuknya ia dalam penjara tidak menjadi hambatan dalam berkarya, justru didalam sel kala itu ia menyelesaikan penulisan Tafsir Al-Azhar. Tafsir Al-Azhar adalah salah satu tafsir karya warga Indonesia yang dirujuk atau dianut dari Tafsir Al-Manar karya Muhammad Abdu dan Rasyid Ridla.
Metode dan corak tafsir al- azhar
a.    Metode analitis (Tahlili)
b.    Corak kombinasi al-Adabi al-ijtima’i-Sufi

BAB VIII
DISKURSUS METODE HERMENEUTIKA AL-QUR’AN
Akibat minimnya analisis historis-sosiologis-hermeneutis terhadap islam maka al-Qur’an bisa tereduksi ataupun terputus  dari konteks relevansi historisnya, sehingga studi keislaman hadir dalam paket-paket produk ulama abad pertengahan yang disintregatik dan cenderung dianggap  to be (final) yang akhirnya melahirkan apa yang dinamakan taqdisul afkar al-dini (pensaklaran produk-produk pemikiran keagamaan)
Secara etimologis kata hermeneutika  berasal dari bahasa Yunani hermeneue yang dalam bahasa inggris menjadi hermeneutics (to interpret) yang berarti menafsirkan, menjelaskan dan menginterpretasikan atau menerjemahkan. Dan dari kata hemeneuin yang berarti “penafsiran” atau “interpretasi” dan kata hermeneutes yang berarti interpreter (penafsir)
Hermeneutika digunakan sebagai jembatan untuk memahami Islam secara exhaustive (menyeluruh). Hermeneutika adalah salah satu teori dan metode menyingkap makna tersebut, sehingga dapat dikatakan bahwa tanggungjawab utama dan pertama dari hermeneutika adalah menampilkan makna yang ada dibalik simbol-simbol yang menjadi objeknya
Sedangkan hermeneutika al-Qur’an  merupakan istilah yang masih asing dalam wacana pemikiran Islam. Diskursus penafsiran al-Qur’an tradisional lebih banyak mengenal istilah al-tafsir, al-ta’wil dan al-bayan. Dapat digariskan bahwa hermeneutika al-Qur’an adalah salah satu metode untuk membedah kandungan makna ayat Allah ini dengan menyesuaikan konteks dan membuat ayat itu semakin kontekstual. Sehingga yang muncul adalah dialog al-Qur’an antara teks dan konteks.
BAB IX
JAWA DAN TRADISI ISLAM
PENAFSIRAN HISTORIOGRAFI JAWA MARK R WOODWARD
Mark R Woodward, seorang Profesor Islam dan Agama-Agama Asia Tenggara di Arizona State University merupakan sosok yang sangat tegas menyatakan bahwa Islam Jawa adalah Islam, ia bukan Hindhu atau Hindhu-Budha, sebagaimana dituduhkan oleh Geertz dan sejarawan-antropologi lainnya. Dimana islam masuk cepat dan mendalam kedalam struktur kebudayaan Jawa sebab ia dipeluk oleh keraton sebagai basis untuk Negara teokratik. Sufisme (Islam mistik) membentuk inti kepercayaan Negara (state cult).
Mark R. Woodward juga sangat kritis terhadap karya Geertz. Mencari titik temu antara agama (islam) dengan kultur (jawa) menyimpan kekhawatiran laten akan berkurangnya otentitas dan kemurnian ajaran agama itu. Masalah lain adalah perlunya mencari jalan keluar bagaimana bisa membangun suatu praktik keagamaan yang tebuka, egalitiran, namun tidak mengorbankan otentitas suatu agama.
BAB X
REINTERPRETASI PROFIL PERADABAN ISLAM
Samuel P. Huntington menyatakan ada delapan peradaban mayor yang menyeruak di dunia: Barat, Konfusius, Jepang, Islam, Hindu, Ortodoks, Amerika Latin dan Afrika.
Daerah-daerah tersebut banyak ditemukan peninggalan-peninggalan umat islam pada masa dinasti-dinasti terdahulu berupa tempat ibadah, perpustakaan, bangunan istana, dan tempat-tempat sosial. Disanalah gudangnya para ilmuan muslim yang tersohor dengan penemuannya, seperti al-Farabi, Ibnu Sina, al-Razi, Ibnu Rusyd, al-Ghozali dan masih banyak lagi.
Namun karena kelengahan umat islam,  kejayaan itupun akhirnya runtuh yang ditandai dengan hancurnya dinasti Abbasiyah dengan dibakarnya perpustakaan terbesar oleh pasukan Mongol sehingga menjadi lautan hitam. Sejak mulai jatuhnya Abbasiyah tersebut berpindahlah pusat ilmu pengetahuan kedunia Barat. Dari pengalaman sejarah ini islam harus berjuang, bangkit untuk mengembalikan kejayaan peradaban islam yang dulu pernah diaih oleh para cendekiawan, dengan banyak membaca dan menimba ilmu pengetahuan supaya umat islam tidak dipandang sebelah mata oleh dunia Barat.
KELEBIHAN dan KELEMAHAN BUKU
Kelebihan
Isi buku cukup jelas, padat dan terperinci.
Kelemahan
Bahasa yang digunakan kurang familier, sehingga agak sulit untuk dimengerti.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar