REVIEW BUKU STUDI ISLAM KONTEMPORER
Oleh : Siti Khoirunnisa’
Judul : Studi Islam Kontemporer
Penulis : M.Rikza Chamami, M SI
Penerbit : Pustaka Rizki Putra (Semarang)
Cetakan : Cetakan pertama
Tahun terbit :
Desember 2012
Tebal buku : 228 halaman +xii
BAB
I
PASANG
SURUT KEBANGKITAN KEBUDAYAAN DAN KEILMUAN: POTRET DISINTEGRASI ABBASIYAH
Dinasti abbasiyah berpusat di Baghdad sementara
Umayyah di Damaskus) memiliki karakter kebijakan yang dihasilkan dengan
mendapatkan stempel agama. Dinasti ini didirikan oleh keturunan al-Abbas paman
Nabi Muhammad, Abdullah Al-Shaffah bin Muhammad bn Ali bin Abdullah bin Abbas.
Dinasti Abbasiyah berkuasa dalam rentang waktu yang sangat panjang, sekitar 508
tahun (750 M/132 H-1258 M/656 H)
Perjalanan
dinasti Abbasiyah sejak berdiri hingga berakhir dengan adanya disintegrasi
memang sudah tercatat sebagai sejarah islam yang cukup fantastis. Perkembangan
dinasti Abbasiyah dapat diklasifikasikan menjadi tiga periode: pertama,periode perkembangan da puncak
kejayaan(750-950 M).Kedua, periode
disintegrasi (950-1050 M) yang ditandai dengan upaya wilayah-wilayah melepaskan
diri dan meminta otonomisasai, serta berkuasanya dinasti Bani Buwaihi dari
Persia kedalam pemerintahan khalifah di Baghdad. Dan ketiga, periode kemunduran
dan kehancuran (1050-1250).
Berdasarkan
perubahan pola pemerintahan dan politik itu, para sejarawan biasanya membagi
masa pemerintahan Bani Abbasiyah menjadi lima periode:
1. Periode
pertama (132-232/750-847), disebut periode pengaruh Persia pertama
2. Periode
kedua (232-334/847-945), disebut masa pengaruh Persia pertama
3. Periode
ketiga (334-447/945-1005), masa ekuasaan Dinasti Buwaih dalam pemerintahan
khilafah Abbasiyah. Periode ini disebut juga masa pengaruh Persia kedua
4. Periode
keempat (447-590/1005-1194), masa kekuasaan Dinasti Bani Saljuk dalam
perintahan khilafah Abbasiyah, biasanya disebut masa pengaruh ersia kedua
5. Priode
kelima (590-5651194-1258), masa khalifah bebas dari pengaruh dinasti lain,
tetapi kekuasaanya hanya efektif d sekitar kota Baghdad
Perang
salib yang berlangsung pada 1095-1291 merupakan perang kekuatan politik Eropa
yang mengatasnamakan umat Kristiani melawan kekuatan politik umat islam di
Tmur. Dan ini juga turut memicu terjadinya disintegrasi daulah Abbasiyah.
Kebangkitan
ilmiyah dizaman bani Abbasiyah terbagidi dalam tiga lapangan:
1. Kegiatan
menyusun buku-buku ilmiah
Kegiatan
menyusun buku-buku berjalan menurut tiga tingkat yang masing-masing mempunyai
keistimewaan sendiri, pertama adalah tingkat yang paling mudah dan rendah.
Peringkat kedua yaitu tingkat pertengahan. Peringkat ketiga ang paling tinggi
ialah tingkat penyusunan yang merupakan lebh halus dari pada kerja
pembukuan,karena ditingkat ini segala yang suda dicatat diatur dan disusun
dalam bagian-bagian dan bab-bab tertentu serta berbeda satu sama lain. Tingkat
ini telah dicapai oleh kaum muslimin di zaman pemerintahan Abbasiyah pertama.
2. Mengatur
ilmu-ilmu islam
Ilmu-
ilmu islam ialah ilmu-ilmu yang muncul ditengah-tengah suasana hidup keislaman Islam
yang telah mengalami perubahan dan perkembangan besar di zaman pemerintahan
Abbasiyah:
3. Ilmu
tafsir
4. Ilmu
fiqh
5. Ilmu
nahwu
6. Ilmu
sejarah
7. Terjemahan
dari bahasa asing
BAB
II
KAJIAN
KRITIS DIALEKTIKA FENOMENOLOGI DAN ISLAM
Islam sebagai agama yang diproduk
oleh Tuhan tidak mungkin untuk diketahui eksistensi riilnya tanpa keberanian
untuk mencarinya. Mencari otentitas Islam itulah dibutuhkan keberanian dengan
pendekatan studi agama. Adapun salah satu pendekatan yang mampu membedah wujud
Islam adalah dengan fenomenologi.
Secara etimologis fenomenologi
berasal dari kata fenomen yang artinya gejala, yaitu suatu hal yang tidak nyata
dan semu. Juga dapat diartikan sebagai ungkapan kejadian yang dapat diamati
indera. Misalnya, penyakit flu gejalanya batuk dan pilek, dalam filsafat
fenomenologi, arti diatas berbeda dengan apa yang dimaksud,yaitu bahwa suatu
gejala tidak perlu harus diamati indera, karena gejala dapat dilihat secara
batiniah, dan tidak berupa kejadian-kejadian. Jadi, apa kelihatan dalam dirinya
seperti apa adanya.
Religius (keberagamaan) manusia
pada umumnya bersifat universal, infinite (tidak terbatas) dan transhistoris,
namun religiusitas yang mendalam-abstrak tidak dapat dipahami dan dinikmati
manusia tanpa sepenuhya terlibat dalam bentuk religuisitas yang kongkrit,
terbatas, historis dan terkurung dalam ruang dan waktu tertentu secara
subyektif. Kedua dimensi tesebut mempunyai ubungan yang bersifat dialektis,
yaitu saling mengisi, melengkapi, memperkokoh, memanfaatkan bahkan saling
mengkritik dan mengontrol. Hubungan keduanya dapat diumpamakan seperti huungan
antar pure sciences (ilmu-ilmu dasar) dan applied sciences (imu-ilmu terapan),
atau hubungan antara religiosity dengan havi a religion. Kajian fenomenologis
terhadap esensitas keberagaman manusia muncul karena adanya ketidakpuasan para
agamawan terhadap kajian historis yang hanya mengkaji aspek-aspek normativitas
agama dari kulit atau aspek eksternalnya saja, sedangkan aspek
internalitas-kedalaman keberagaman kurang tersentuh.
Sebagai temuan dari kegiatan
penelitian, penarikan kesimpulan tentang pelaksanaan ajaran yang sifatnya normative
menjadi fenomena yang sifatnya empiris.
BAB III
FILSAFAT MATERIALISME KARL MARK DAN
FRIEDRICK ENGELS
Filsafat seringkali disebut sebagai
ilmu yang menyelidiki dan menentukan tujuan terakhir serta makna terdalam dari
realita manusia. Sehingga filsafat tidak mungkin “berdiam diri” atau
berhentidibelakang titik tertentu. Filsafat juga dikatakan sebagai ilmu seni.
Apalagi perkembangna dewasa ini filsafat sudah mulai menjadi idola dalam
mendukung proses berfikir dan berinteraksi dengan ilmu.
Materialisme
muncul sebagai reaksi ketidaksepakatan terhadap positivisme dan idealisme.
Materialisme dan positivism memang memiliki perbedaan. Positivisme membatasi
diri pada fakta-fakta. Yang ditolaknya ialah tiap-tiap keterangan yang
melampaui fakta-fakta. Karena alasa itulah dalam rangka positivisme tidak ada
tempat untuk metafisika. Materialisme mengatakan bahwa realitas seluruhnya
terdiri dari materi. Ia berarti bahwa tiap-tiap benda atau kejadian dapat
dijabarkan kepada materi atau salah satu proses materiil. Kiranya sudah jelas
bahwa materialisme mengakui kemungkinan metafisika.
Mark menganggap bahwa materi adalah
hal yang paling utama, sementara pikiran-wilaya konsep dan ide yang begitu
penting bagai para pemikir-sebenarnya hanya refleksi, seperti warna merah dalam
sebuah apel, dari suatu dunia yang secara fundamental berhakikat materi.
Mark dan Engels adalah filsuf
pemikiran yang menggagas materialism dialektis dan materialism historis yang
berkiblat pada Hegel secara kritis dengan melakukan rekonstruksi.
BAB IV
SKEPTISISME OTENTITAS HADITS:
KRITIK ORIENTALIS IGNAZ GOLDZIHER
Hadits sebagai bagian dari sumber
agama islam yang disabdakan Nabi –adalah interpretasi dari al-Qur’an. Dalam
tradisi hukum islam, hadits berarti: segala perkataan, perbuatan dan keizinan
Nabi Muhammad saw. Pengertian hadits
sebagaimana tersebut diatas adalah identi dengan sunnah, yang secara etimologis
berarti jalan atau tradisi, sebagaimana dalam al-Qur’an: “sunnata man qad
arsalna” (al-Israa:77).
Ignaz goldziher adalah seorang
orientalis ahli tafsir dan hadits yang berasal dari Hongaria berkebangsaan
Jerman. Selain sebagai orientalis, dia juga sebagai kritikus hadits yang
menyatakan bahwa hadits bukan murni pernyataan Nabi tapi hadits sebagian besar
adalah hasil dari perkembangan politik dan kemasyarakatan abad I dan II
Hijriyah. Pun demikian dia tidak semata-mata mementahkan sumber keislaman. Ia
masih mengakui bahwa hadits sebagai sumber ajaran islam.
Ignaz Goldziher masih meilah antara
hadits dan sunnah. Dia mengatakan bahwa hadits bermakna suatu disiplin ilmu
teoritis dan sunnah adalah kopendium
aturan-aturan praksis. Dia juga mengatakan bahwa kebiasaan-kebiasaan yang
muncul dalam ibaah dan hokum, yang
diakui sebagai tata cara kaum Muslim pertama yang dipandang berwenang dan telah
pula dipraktikkan dinamakan sunnah atau adat/kebiasaan keagamaan.
BAB
V
TELAAH SOSIO-KULTURAL: MANHAJ AHLUL
MADINAH
Hukum islam dianggap sebagai hokum
yang sakral oleh orang-orang islam, yang mencakup tugas-tugas agama yang datang
dari Allah dan diwajibkan terhadap semua orang islam dan semua aspek kehidupan
mereka. Pada kenyataannya bahwa setiap muslim amat bergantung pada kemampuan
para ulama dalam menggali dan menarik kesimpulan hokum-hukum islam dari
sumbernya yang utama yaitu al-Qur’an dan Sunnah Nabi Muhammad SAW.
Apabila
al-Qur’an atau al-Hadits shahih menerangkan suatu hokum yang disyari’atkan oleh
Allah kepada ummat sebelum ummat islam, kemudian al-Qur’an atau al-Hadits
menetapkan bahwa hokum tersebut diwajibkan pula kepada ummat islam sebagaimana
diwajibkan kepada mereka, maka tidak diperselisihkan lagi bahwa hokum tersebut
adalah syari’at bagi kita dan sebagai hokum yang harus kita ikuti. Misalnya
kewajiban berpuasa. Kewajiban berpuasa ini telah diwajibkan kepada ummat-ummat
yang dahulu. Kemudian setelah datang agama Islam diwajibkan bagi orang Islam.
Demikian
juga apabila al-Qur’an atau al-Hadits shahih menerangkan suatu hokum yang
disyari’atkan kepada ummat yang dahulu, kemudian datang dalil syara’ yang
membatalkannya. Misalnya syari’at yang berlaku pada zaman Nabi Musa as. Bahwa
seorang yang berbuat maksiat tidak akan diampuni dosanya kecuali bila ia
membunuuh dirinya, dan pakaian yang kena najis tidak akan dapat disucikan
kembali, sebelum dipotong bagian yang kena najis itu.
Manhaj ahlul madinah lahir dalam
kondisi yang memberikan iklim kesejukan di dalam memahami hokum Allah. Hokum
yang diterbitkan ahlul Madinah banyak berpijak bagaimana teks Allah itu
berbicara. Pada dasarnya fiqh ahlul Madinah adalah fiqh yang berada dalam masa
sahabat dimana disitu ada al-shahabah al-sab’ah, mereka adalah:
Sa’id bin Musayyab
Urwah
bin Zubair
Abu
Bakar bin Abdullah
Khorijah
bin Zaid
Al-Qasim
bin Muhammad
Sulaiman
bin Yasar
Dua
madzhab besar dalam hokum islam adalah ahlul hadits dan ahlul Ra’yi, yang pada
akhirnya melahirkan madzhab syafi’I, madzhab maliki, madzhab Hambali, dan
madzhab Hanafi. Ahlul Hadits adalah sekelompok orang yang Ahlul Hadits
berorientasi pada Nash al-Qur’an dan as-Sunnah serta asar yaitu segala sesuatu
yang diriwayatkan oleh sahabat dalam menetapkan hokum. Mereka menggunakan
al-Qur’an, as-Sunnah, al-Jima’, dan al-Qiyas, ahlul hadits dalam istimbat
hokum. Madzhab dari ahlul Hadits adalah madzhab Syafi’I, madzhab Maliki dan
madzhab Hambali.
BAB
VI
POSTMODERNISME:
REALITAS FILSAFAT KONTEMPORER
Kehidupan
modern yang serba positivistic dan serba terukur sebagai konsekuensi dari
pendewaan akal pikir telah gagal mengatasi problem kehidupan, bahkan
menimbulkan problem baru yang mengusik hati nurani umat manusia seperti
dekadensi moral, dehumanisasi, perusakan lingkungan, dan peperangan. Kegagalan
modernisme itu telah melahirkan gerakan postmodernisme yang mendekonstruksi
pemikiran modernism. Gerakan postmodernisme telah merambah ke berbagai bidang
kehidupan, termasuk seni, ilmu, filsafat, dan pendidikan.
Postmodernisme
oleh J.F.Lyotard dalam bukunya La Condition Postmoderne (1979), diartikan
secara sederhana sebagai “incredulity towards metanarratives” (ketidakpercayaan
terhadap matanarasi). Metanarasi yang dimaksud, misalnya: kebebasan, kemajuan,
emansipasi kaum proletar, dan sebagainya. Lyotard adalah filosof yang
memperkenalkan istilah postmodernism eke dalam bidang filsafat. Bagi dia,
postmodernisme itu sepertinya adalah sebuah “intensifikasi dinamisme”, upaya
tak henti-hentinya untuk mencari kebaruan, eksperimentasi, dan revolusi
kehidupan terus. Dengan kata lain dalam bidang filsafat postmodernisme
diartikan sebagai “segala bentuk refleksi kritis atas paradigm-paradigma modern
dan atas metafisika pada umumnya.
Sejumlah ahli mendeskripsikan posmo
sebagai menolak rasionalist yang digunakan oleh para fungsionalis, rasionalis,
interpretif dan teori kritis. Posmo bukan menolak rasionalitas tetapi tidak
membatasi pada standar termasuk yang divergen, horizontal, dan heterarkhik
tetapi lebih menekankan pada pencarian rasionalitas aktif kreatif. Bukan
mencari dan membuktikan kebenaran, melainkan mencari makna prespektif dan
problematic; logika yang digunakan adalah logika unstandard menurut Borcherts (1996),
logika discovery menurut Noeng Muhajir (1998), atau logika inquiry menurut
Conrad (1993).
BAB VII
POTRET METODE DAN CORAK TAFSIR
AL-AZHAR
Al-Qur’an
adalah kalam Allah yang tiada tandingannya, diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW,
penutup para Nabi dan Rasul melalui perantara Malaikat Jibril. Al-Qur’an
memperkenalkan dirinya dengan berbagai ciri dan sifat. Salah satu diantaranya
adalah bahwa ia merupakan kitab yang keontentikannya dijamin oleh Allah.
Hamka adalah seorang pemikir muslim progresif
dan tokoh Muhammadiyah yeng rela berkorban dalam memperjuangkan Islam hingga
dia dipenjara. Namun masuknya ia dalam penjara tidak menjadi hambatan dalam
berkarya, justru didalam sel kala itu ia menyelesaikan penulisan Tafsir
Al-Azhar. Tafsir Al-Azhar adalah salah satu tafsir karya warga Indonesia yang
dirujuk atau dianut dari Tafsir Al-Manar karya Muhammad Abdu dan Rasyid Ridla.
Metode dan corak tafsir al- azhar
a.
Metode analitis
(Tahlili)
b. Corak
kombinasi al-Adabi al-ijtima’i-Sufi
BAB
VIII
DISKURSUS
METODE HERMENEUTIKA AL-QUR’AN
Akibat minimnya analisis
historis-sosiologis-hermeneutis terhadap islam maka al-Qur’an bisa tereduksi
ataupun terputus dari konteks relevansi
historisnya, sehingga studi keislaman hadir dalam paket-paket produk ulama abad
pertengahan yang disintregatik dan cenderung dianggap to be (final) yang akhirnya melahirkan apa
yang dinamakan taqdisul afkar al-dini (pensaklaran produk-produk pemikiran
keagamaan)
Secara etimologis kata hermeneutika berasal dari bahasa Yunani hermeneue yang
dalam bahasa inggris menjadi hermeneutics (to interpret) yang berarti
menafsirkan, menjelaskan dan menginterpretasikan atau menerjemahkan. Dan dari
kata hemeneuin yang berarti “penafsiran” atau “interpretasi” dan kata
hermeneutes yang berarti interpreter (penafsir)
Hermeneutika digunakan sebagai jembatan untuk
memahami Islam secara exhaustive (menyeluruh). Hermeneutika adalah salah satu
teori dan metode menyingkap makna tersebut, sehingga dapat dikatakan bahwa
tanggungjawab utama dan pertama dari hermeneutika adalah menampilkan makna yang
ada dibalik simbol-simbol yang menjadi objeknya
Sedangkan hermeneutika al-Qur’an merupakan istilah yang masih asing dalam
wacana pemikiran Islam. Diskursus penafsiran al-Qur’an tradisional lebih banyak
mengenal istilah al-tafsir, al-ta’wil dan al-bayan. Dapat digariskan bahwa
hermeneutika al-Qur’an adalah salah satu metode untuk membedah kandungan makna
ayat Allah ini dengan menyesuaikan konteks dan membuat ayat itu semakin
kontekstual. Sehingga yang muncul adalah dialog al-Qur’an antara teks dan
konteks.
BAB IX
JAWA DAN TRADISI
ISLAM
PENAFSIRAN
HISTORIOGRAFI JAWA MARK R WOODWARD
Mark R Woodward, seorang Profesor
Islam dan Agama-Agama Asia Tenggara di Arizona State University merupakan sosok
yang sangat tegas menyatakan bahwa Islam Jawa adalah Islam, ia bukan Hindhu
atau Hindhu-Budha, sebagaimana dituduhkan oleh Geertz dan sejarawan-antropologi
lainnya. Dimana islam masuk cepat dan mendalam kedalam struktur kebudayaan Jawa
sebab ia dipeluk oleh keraton sebagai basis untuk Negara teokratik. Sufisme
(Islam mistik) membentuk inti kepercayaan Negara (state cult).
Mark R. Woodward juga sangat kritis terhadap karya
Geertz. Mencari titik temu antara agama (islam) dengan kultur (jawa) menyimpan
kekhawatiran laten akan berkurangnya otentitas dan kemurnian ajaran agama itu. Masalah
lain adalah perlunya mencari jalan keluar bagaimana bisa membangun suatu
praktik keagamaan yang tebuka, egalitiran, namun tidak mengorbankan otentitas
suatu agama.
BAB
X
REINTERPRETASI
PROFIL PERADABAN ISLAM
Samuel P.
Huntington menyatakan ada delapan peradaban mayor yang menyeruak di dunia:
Barat, Konfusius, Jepang, Islam, Hindu, Ortodoks, Amerika Latin dan Afrika.
Daerah-daerah
tersebut banyak ditemukan peninggalan-peninggalan umat islam pada masa dinasti-dinasti
terdahulu berupa tempat ibadah, perpustakaan, bangunan istana, dan
tempat-tempat sosial. Disanalah gudangnya para ilmuan muslim yang tersohor
dengan penemuannya, seperti al-Farabi, Ibnu Sina, al-Razi, Ibnu Rusyd,
al-Ghozali dan masih banyak lagi.
Namun karena kelengahan umat islam, kejayaan itupun akhirnya runtuh yang ditandai
dengan hancurnya dinasti Abbasiyah dengan dibakarnya perpustakaan terbesar oleh
pasukan Mongol sehingga menjadi lautan hitam. Sejak mulai jatuhnya Abbasiyah
tersebut berpindahlah pusat ilmu pengetahuan kedunia Barat. Dari pengalaman
sejarah ini islam harus berjuang, bangkit untuk mengembalikan kejayaan
peradaban islam yang dulu pernah diaih oleh para cendekiawan, dengan banyak
membaca dan menimba ilmu pengetahuan supaya umat islam tidak dipandang sebelah
mata oleh dunia Barat.
KELEBIHAN dan KELEMAHAN BUKU
Kelebihan
Isi
buku cukup jelas, padat dan terperinci.
Kelemahan
Bahasa
yang digunakan kurang familier, sehingga agak sulit untuk dimengerti.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar